Senin, 27 April 2015

Tugas Kasus "Pendidikan Kewarganegaraan" #Softskill

Nama : Ade Suprianto

Npm : 10213156
Kelas : 2EA09

" Surat Lengkap Anggun ke Presiden Joko Widodo Tolak Hukuman Mati Gembong Narkoba "


Jakarta - Di menit-menit terakhir, sekumpulan orang antihukuman mati menentang eksekusi mati kepada para gembong narkoba di Indonesia. Ada yang beralasan kemanusiaan, HAM dan juga ada yang berargumen hukuman mati tidak membuat jera.

Salah satu orang yang menentang hukuman mati ini adalah penyanyi asal Cilacap, Jawa Tengah, Anggun yang kini menetap di Prancis. Penyanyi yang terkenal lewat lagu 'Tua-tua Keladi' itu meminta Presiden Joko Widodo membatalkan eksekusi mati kepada WN Prancis, Serge Atlaoui.

Sikap Anggun ini dilakukan dengan tegas yaitu mengikuti aksi di Prancis, Sabtu (25/4). Selain itu, Anggun juga menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo lewat akun Facebooknya dalam dua bahasa yaitu bahasa Prancis dan bahasa Indonesia pada 22 April lalu. Sontak, wall-nya itu menuai banyak respon. Hingga pagi ini, dalam surat terbuka berbahasa Indonesia, sebanyak 12.232 nitizen memberikan tanda 'like' dengan jumlah share mencapai 1.048 orang serta ribuan komentar. Adapun surat dalam bahasa Prancis mendapat tanda 'like' oleh 2.271 akun Facebook dengan share sebanyak 198 kali.

Berikut surat lengkap Anggun sebagaimana dikutip detikcom, Senin (27/4/2015):

Surat terbuka untuk Bapak Presiden Joko Widodo
Yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo,

Seperti yang mungkin bapak ketahui, sudah bertahun-tahun saya bermukim di Perancis. Sebagai orang Jawa dan orang Indonesia saya sangat bangga dengan budaya yang mengalir di darah saya dan saya merasa sangat beruntung bisa tinggal di negara yang sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, sebagai wanita dan juga artis, ini adalah sumber inspirasi yang sangat berharga.

Tentu saja saya sangat mengerti dampak negatif dari narkoba terutama di Indonesia dan saya sangat setuju juga selalu mendukung pemberantasan Narkoba di dunia. Tetapi saya juga yakin bahwa hukuman mati bukan satu solusi untuk menurunkan tingkat kriminalitas atau untuk menjaga kita dari semua kejahatan. Hukuman mati menurut saya adalah kegagalan sisi kemanusiaan juga hilangnya nilai nilai hukum keadilan. Hukuman mati bukanlah keadilan, apapun penyebabnya. Saya amat dan sangat yakin untuk ini.
Hukum yang diberikan terhadap Bapak Serge Atlaoui membangunkan emosi yang sangat dalam di Eropa, terutama di Perancis. Saya termasuk orang yang merasakan ini karena banyaknya sisi-sisi keruh yang akhirnya terlihat lebih jelas di dalam kasus pengadilan Bapak Serge Atlaoui, keraguan yang membuat keputusan hukuman mati menjadi tidak dimengerti karena banyaknya ketidaktentuan dalam kasus beliau. Selain itu saya pribadi yakin bahwa Bapak Serge Atlaoui tulus dan jujur.

Saya berada di Jakarta pada saat Bapak dipilih menjadi Presiden. Hati saya bahagia, berdebar keras dan merasa sangat bangga atas pilihan rakyat Indonesia. Pemilu Anda dilihat dan dipantau oleh dunia sebagai titik balik untuk Indonesia menjadi negara yang besar dan penuh kebajikan.

Di Eropa, Indonesia sekarang terkait oleh image negara yang membunuh. Hati saya berdebar lagi tapi kali ini karena kepedihan, saya tidak ingin wajah Indonesia tergores seperti ini dan dihakimi oleh dunia sedangkan Indonesia yang saya tahu dan impikan adalah negara yang toleran dan berikhwan. 

Sekali lagi saya tidak mempertanyakan kedaulatan perhukuman di Indonesia untuk melawan Narkoba tetapi saya tidak bisa melihat seseorang yang mengaku tidak bersalah, akan dihukum mati, dan melihat kesedihan istri dan keluarganya. 

Bapak Presiden, Anda mempunyai kekuasaan untuk membuat dunia kita ini lebih baik, dengan dikurangi kekerasan, tanpa tumpahnya darah, tanpa kebrutalan, seperti yang tertulis di Pancasila : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Sebagai putri Jawa, dengan hormat saya memanggil jiwa kemanusiaan Bapak yang selama ini menjadi karakteristik dan menggambarkan jalan hidup Bapak, saya memohon agar Bapak bisa memberi Grasi untuk Bapak Serge Atlaoui. Matur sewu sembah nuwun paringanipun kawigatosan mugi mugi Gusti Allah maringi rahmad berkah kesehatan kagem Bapak sekeluargo. Amin matur sembah nuwun.
Puluhan netizen memberikan komentar positif dan negatif atas sikap Anggun. Mereka ada yang terkejut tetapi ada yang mendukungnya.

"Jadi, mohon mba Anggun YANG TERHORMAT tolong BACA dan PELAJARI dahulu UU luar negeri bahkan Indonesia yang mengatur tentang ketentuan hukuman mati sebelum Anda membuat surat terbuka seperti ini. Menyoroti dari sisi kemanusiaan memang tidak salah, namun ketika UU HAM internasional pun memberikan pengecualian terhadap 'tindakan merampas hak hidup orang lain' lalu dimana salah pemerintah Indonesia??" tulis seorang pengguna Facebook, Alfina Teza Puspaningtias.

"Setelah saya membaca surat terbuka ini, ternyata saya baru sadar kalau selama ini saya telah melakukan kesalahan besar mengidolakan dan mengagumi artis seperti ini," komentar netizen yang lain, Yudi Fitriadi.

Lantas siapakah Serge? Ia merupakan salah satu pembangun pabrik narkotika terbesar ketiga di dunia yang ia bangun bersama 21 orang lain di Serang, Banten. Polri lalu melakukan penggerebekan besar-besaran pada 11 November 2005 dan menyita berton-ton bahan pembuat ekstasi, 148 kilogram sabu, dan sejumlah mesin pembuat ekstasi.

Pabrik yang berdiri di atas lahan seluas 4.000 meter persegi itu berkapasitas produksi 100 kilogram ekstasi per minggu. Dengan satu kilogram ekstasi berisi 10 ribu butir pil yang tiap butirnya laku dijual Rp 100 ribu, maka pabrik ini setiap minggunya memiliki omset Rp 100 miliar. 

Dari pabrik ini, total tersangka yang ditahan adalah 21 orang. Sembilan orang di antaranya dihukum mati, yaitu:
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. Zhang Manquan
4. Chen Hongxin
5. Jian Yuxin
6. Gan Chunyi
7. Zhu Xuxiong
8. Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick
9. Serge Areski Atlaoui




Pernyataan Pers ELSAM: 
Sembilan Alasan Menolak Hukuman Mati di Indonesia

Tontonan serial drama penggantungan (the spectacle of the scaffold) diperlihatkan oleh pemerintahan Jokowi-JK dengan pelaksanaan eksekusi terhadap 6 terpidana mati untuk kasus narkoba pada Januari 2015 lalu. Serial ini berlanjut dengan rencana Kejaksanaan Agung untuk melakukan eksekusi terhadap 11 terpidana mati lainnya, dari total 158 terpidana mati yang belum dieksekusi. Padahal sejumlah alasan, baik moral kemanusian, kewajiban hukum internasional, politik hubungan internasional, kewajiban perlindungan warga negara, memperlihatkan tidak lagi relevannya praktik dan ancaman hukuman mati. Dari berbagai alasan tersebut, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) setidaknya menyarikan sembilan alasan untuk menolak hukum mati di Indonesia:

Pertama, bertentangan dengan konstitusi dan hukum internasional HAM. Sejumlah ketentuan perundang-undangan nasional, khususnya UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi, serta UU UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan secara tegas bahwa hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) melalui UU No. 12/2005, yang dalam Pasal 6 ayat (1) menegaskan hak hidup adalah suatu hak yang melekat kepada setiap individu, tanpa memandang perbedaan status kewarganegaraan.

Kedua, hukuman mati salah satu bentuk penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi. Hukum internasional hak asasi manusia, termasuk juga yurisprudensi pengadilan di beberapa negara dan kawasan telah berulangkali menegaskan bahwa praktik eksekusi hukuman mati merupakan suatu tindakan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat dan martabat seseorang. Oleh karenanya, selain bertentangan dengan UUD 1945, UU HAM dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR, praktik eksekusi hukuman mati juga bertentangan dengan Kovensi Menentang Penyiksaan (CAT) yang telah diratifikasi Indonesia dalam hukum nasionalnya melalui UU No. 5/1998.

Ketiga, rapuhnya sistem peradilan pidana, sehinggga sangat terbuka peluang kesalahan penghukuman. Dalam banyak kasus, termasuk di Indonesia, kesalahan penghukuman (wrongful conviction) menjadi sesuatu yang seringkali tak-terhindarkan dalam praktik hukum pidana.Kombinasi dari kurangnya kontrol peradilan yang efektif, khususnya terhadap panjangnya masa penahanan pra-persidangan, tiadanya suara bulat untuk suatu putusan hukuman mati, kurangnya mekanisme banding yang efektif, serta kebutuhan atas suatu proses peradilan yang fair trial, telah membuka peluang terjadinya kesalahan penghukuman. Padahal dalam praktik hukuman mati, kesalahan penghukuman tidak mungkin lagi dapat dikoreksi (irreversible).

Keempat, tidak sejalan dengan arah pembaruan hukum pidana. Pemberlakuan pidana mati cenderung menekankan aspek balas dendam (retributive). Padahal di sisi lain, paradigma dalam tatanan hukum pidana telah mengalami perubahan ke arah keadilan restoratif (restorative justice). Secara formal hal ini seperti mengemuka di dalam UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), maupun penegasan-penegasan rumusan di dalam Rancangan KUHP dan Rancangan KUHAP yang akan segera dibahas oleh pemerintah dan DPR.

Kelima, efek jera yang ditimbulkan hukuman mati hanya mitos belaka. Menurut pandangan konvensional, hukuman mati dianggap perlu untuk mencegah seseorang agar tidak melakukan kejahatan. Sebaliknya, survey komprehensif yang dilakukan oleh PBB, pada 1988 dan 1996, menemukan fakta tiadanya bukti ilmiah yang menunjukan bahwa eksekusi hukuman mati memiliki efek jera yang lebih besar dari hukuman penjara seumur hidup. Mayoritas panelis dan hadirin pada OHCHR Event on Abolishing the Death Penalty 2012 bahkan mengatakan, alasan efek jera adalah sebagai suatu hal yang dibesar-besarkan selama beberapa dekade terakhir.

Keenam, penderitaan mendalam yang dialami keluarga korban akibat eksekusi. Penderitaan yang dialami dalam pemberian hukuman mati tidak hanya dialami korban atau orang yang dieksekusi semata (terpidana), tetapi juga oleh keluarganya (co-victims). Penderitaan tersebut terjadi dalam beberapa tahapan, mulai dari shock, emosi, depresi dan kesepian, gejala fisik distress, panik, bersalah, permusuhan dan kebencian, ketidakmampuan untuk kembali ke kegiatan biasa, harapan, dan penegasan realitas baru mereka.

Ketujuh, mengancam perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri. Laporan resmi Kementerian Luar Negeri mencatat sedikitnya 229 WNI terancam hukuman mati di luar negeri. Dari jumlah tersebut 131 orang diantaranya terjerat kasus narkotika, dan 77 orang lainnya didakwa kejahatan menghilangkan nyawa. Sikap keras pemerintah Indonesia untuk terus melanjutkan praktik eksekusi hukuman mati, tentu akan berdampak besar dan mempengaruhi upaya advokasi untuk menyelematkan ratusan WNI yang terancam hukuman mati tersebut.

Kedelapan, merugikan Indonesia dalam pergaulan dunia internasional. Dalam kaitannya dengan hubungan bilateral, pelaksanaan eksekusi pidana mati kepada warga negara Brasil dan Belanda mengakibatkan penarikan diri Duta Besar Brasil dan Belanda untuk Indonesia, yang diikuti dengan penundaan penerimaan surat kepercayaan Duta Besar Designate Indonesia untuk Brasil oleh Presiden Brasil. Tidak hanya itu, pemberian predikat “E” – sebagai predikat terburuk – dari Komite HAM PBB juga menjadi bukti konkrit bahwa komunitas internasional memiliki sentimen negatif atas kebijakan pemerintah Indonesia ini.

Kesembilan, kecenderungan internasional yang semakin meninggalkan praktik hukuman mati. Laporan Amnesty International menyebutkan, sampai dengan April 2015, sedikitnya 140 negara telah menerapkan kebijakan abolisionis terhadap hukuman mati, baik secara hukum (de jure) maupun secara praktik (de facto). Sedangkan yang masih menerapkan dan menjalankan praktik hukuman mati, tinggal 55 negara.

Jakarta, 12 April 2015




Referensi :
http://news.detik.com/read/2015/04/27/083759/2898660/10/3/ini-surat-lengkap-anggun-ke-jokowi-tolak-hukuman-mati-gembong-narkoba

http://elsam.or.id/article.php?act=content&id=3284&cid=101&lang=in#.VT43zdmqqkp

Rabu, 08 April 2015

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI


HAPUSNYA PERIKATAN DAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH




 Kelompok 3 :

Ade Suprianto                                 10213156           2EA09
Nisaa Titaley                                   16213469           2EA09
Nur Aini Ramadhanti                     16213585           2EA09
Puput Damayanti                            16213950           2EA09
Reno Ajie Tri Wibowo                  17213414           2EA09
Sidik Abdullah                               18213470           2EA09


 UNIVERSITAS GUNADARMA
2015





HAPUSNYA PERIKATAN


A.    PERBEDAAN HAPUSNYA PERIKATAN DAN PERJANJIAN

1.      Cara hapusnya Perjanjian :
·         Karena tujuan perjanjian sudah tercapai;
·         Dengan persetujuan kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata;
·         Karena ketentuan undang-undang, misalnya: Pasal 1601 KUHPerdata tentang perburuhan, jika si buruh meninggal, maka perjanjian perburuhan menjadi hapus;
·         Karena ditentukan oleh para pihak mengenai perjanjian dengan jangka waktu tertentu;
·         Karena keputusan hakim; dan
·         Karena diputuskan oleh salah satu pihak, yaitu jika salah satu pihak tidak melakukan prestasi, maka pihak lainnya tidak wajib melakukan kontra prestasi.


2.      10 Cara Hapusnya Perikatan Menurut Pasal 1381 KUHPerdata :

a.      Pembayaran diatur dalam Pasal 1382-1403 KUHPerdata

Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor. Pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Pembayaran dalam arti yuridis teknis tidak hanya dalam bentuk uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa, seperti jasa dokter bedah, tukang cukur, atau guru privat. Objek pembayaran tergantung dari sifat dan isi dan perjanjiannya.
Tempat Pembayaran Pasal 1393 KUHPerdata, pada dasarnya tempat pembayaran dilakukan adalah di tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian, antara kreditur dan debitur. Akan tetapi, apabila kedua belah pihak tidak menentukan secara tegas tempat pembayaran, maka pembayaran dapat dilakukan di:
·         Tempat barang berada sewaktu perjanjian dibuat;
·         Tempat tinggal kreditur, dengan syarat kreditur harus secara terus-menerus berdiam dan bertempat tinggal di tempat tersebut; dan
·         Tempat tinggal debitur.
·         Tempat pembayaran itu bersifat fakultatif, artinya bahwa pihak debitur dan kreditur dapat memilih salah satu dari tiga tempat itu untuk melakukan pembayaran utang.

b.      Penawaran Pembayaran, diikuti dengan Penitipan diatur dalam Pasal 1404-1412 KUHPerda

Suatu pembayaran yang dilakukan dalam keadaan kreditur tidak mau menerima pembayaran dari debitur, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan atau konsinyasi.
Caranya adalah sebagai berikut :
·         Penawaran harus dilakukan secara resmi oleh seorang Notaris atau seorang juru sita pengadilan.
·         Notaris atau juru sita membuat suatu perincian dari barang-barang atau uang yang akan dibayarkan dan mendatangi tempat tinggal kreditur.
·         Apabila kreditur menolak pembayaran, maka Notaris atau juru sita akan mempersilahkan kreditur menanda-tangani proses penyerahan tersebut dan jika kreditur tidak tanda tangan, maka dicatat oleh Notaris atau juru sita di atas surat tersebut.
·          Debitur menghadap ke Pengadilan Negeri dengan membuat surat permohonan kepada pengadilan supaya mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan itu.
·          Setelah penawaran pembayaran itu disahkan, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpankan atau dititipkan kepada panitera Pengadilan Negeri dan dengan demikian hapuslah hutang-piutang itu. Sehingga Barang atau uang tersebut berada dalam simpanan di kepaniteraan Pengadilan Negeri atas tangggungan atau resiko si kreditur.

c.       Penambahan Utang (Novasi) diatur dalam Pasal 1413-1421 KUHPerdata

Suatu perjanjian antara debitur dan kreditur, di mana perjanjian lama dan subjeknya yang ada dihapuskan dan timbul sebuah objek dan subjek perjanjian yang baru.
Macam-macam Novasi KUHPerdata Pasal 1413 yaitu :
·         Novasi objektif
Perikatan baru, tetapi para pihak tetap.
Contoh: Kewajiban untukmembayar sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang tertentu.
·         Novasi subjektif yang pasif
Perikatan lama, tetapi penggantian debitur baru.
Contoh: A berutang pada B. Namun, dalam pelaksanaan pembayaran utangnya A diganti oleh C sebagai debitur baru, sehingga yang berutang akhirnya adalah C kepada B.
·         Novasi subjektif yang aktif.
Perikatan lama, tetapi penggantian kreditur baru.
Contoh: si Ani berutang pada Mina. Namun di dalam pelaksanaan perjanjian ini kedudukan si Mina yang tadinya sebagai kreditur kini diganti oleh si Ali sebagai kreditur. Sehingga perjanjian utang piutang itu tadinya terjadi antara si Ani (debitur) dengan si Ali (kreditur).

Akibat Novasi (Pasal 1418 KUHPerdata) adalah Debitur lama yang telah dibebaskan dari kewajiban oleh kreditur tidak dapat meminta pembayaran kepada debitur lama, sekalipun debitur baru jatuh pailit atau debitur baru ternyata orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum.

d.      Perjumpaan Utang (Kompensasi) diatur dalam Pasal 1425-1435 KUHPerdata

Penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur (Pasal 1425 KUHPerdata).
Contoh:A berhutang sebesar  Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.
·         Syarat Terjadinya Kompensasi Pasal 1427 KUHPerdata :
o   Kedua-duanya berpokok pada sejumlah uang;
o   Berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama;
o   Kedua-duanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika.
·         Tujuan Utama Kompensasi :
o   Penyederhanaan pembayaran yang simpang siur antara pihak kreditur dan debitur;
o   Dimungkinkan terjadinya pembayaran sebagian; dan
o   Memberikan kepastian pembayaran dalam keadaan pailit.

e.       Pencampuran Utang diatur dalam Pasal 1436-1437 KUHPerdata

Percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (Pasal 1436 KUHPerdata). Ada dua cara pencampuran utang yaitu :
·         Dengan jalan penerusan hak dengan alas hak umum. Misalnya: si kreditur meninggal dunia dan meninggalkan satu-satunya ahli waris, yaitu debitur. Ini berarti bahwa dengan meninggalnya kreditur, maka kedudukan debitur menjadi kreditur;
·         Dengan jalan penerusan hak di bawah alas hak khusus. Misalnya: pada jual beli, dimana penjual kemudian juga menjadi pembeli.
 Pada umumnya percampuran utang terjadi pada bentuk-bentuk debitur menjadi ahli waris dari kreditur atau karena perkawinan.

f.       Pembebasan Utang diatur dalam Pasal 1438-1443 KUHPerdata

Secara sederhana pembebasan utang adalah Suatu pernyataan sepihak dan tegas dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan dari perutangan.
Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu dan dapat saja diadakan secara lisan, tetapi untuk adanya kepastian hukum dan agar adanya bukti yang kuat, maka pernyataan itu harus merupakan tindakan dari kreditur misalnya dengan mengembalikan surat piutang kepada debitur.
Ada dua cara pembebasan utang yaitu :
·         Pembebasan Utang Secara Cuma-Cuma
Pembebasan utang dengan cuma-cuma harus dipandang sebagai penghadiahan.
·         Pembebasan Utang Secara Prestasi dari pihak Debitur
Prestasi dari pihak debitur artinya sebuah prestasi lain, selain prestasi yang terutang dimana pembebasan ini didasarkan pada perjanjian.

g.      Musnahnya barang yang terutang diatur dalam Pasal 1444 dan 1445 KUHPerdata

Hancurnya, tidak dapat diper­dagangkan, atau hilangnya barang terutang, sehingga tidak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak ada. Syaratnya adalah bahwa musnahnya barang itu di luar kesalahan debitur dan sebelum dinyatakan lalai oleh kreditur.
Debitur wajib membuktikan bahwa musnahnya barang tersebut adalah diluar kesalahannya dan barang itu akan musnah atau hilang juga, meskipun di tangan debitur. Jadi dalam hal ini si debitur telah berusaha dengan segala daya upaya untuk menjaga barang tersebut agar tetap berada dalam keadaan semula.

h.      Kebatalan atau Pembatalan perikatan diatur dalam Pasal 1446-14456 KUHPerdata

Bidang kebatalan dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
·         Dapat dibatalkan
Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yangmembatalkan perbuatan tersebut.
·         Batal demi hukum
Penyebab timbulnya pembatalan perjanjian, yaitu :
·         Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa dan di bawah pengampuan (curatele);
·         Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam undang-undang; dan
·         Adanya cacat kehendak.

Yang termasuk berakhirnya perikatan karena undang-undang adalah:
1)      Konsignasi
2)      Musnahnya barang terutang,
3)      Daluwarsa

Yang termasuk berakhirnya perikatan karena perjanjian, adalah:
1)      Pembayaran
2)       Novasi (pembaruan utang)
3)      Kompensasi
4)      Konfusio (percampuran utang;
5)       Pembebasan utang
6)       Pembatalan
7)      Berlaku syarat batal

Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional juga diatur secara rinci tentang berakhirnya perjanjian internasional. Ada delapan cara berakhirnya perjanjian internasional, yaitu:
·         Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian
·         Tujuan perjanjian telah tercapai
·         Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian
·         Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian.
·         Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama
·         Muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
·         Objek perjanjian hilang;

Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional (Pasal 18 Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional). Di samping kedelapan cara berakhirnya perjanjian internasional tersebut, di dalam Pasal 19 Undang-undang No. 24 Tahun 2000 ditentukan berakhinya perjanjian sebelum jangka waktunya. Di dalam pasal itu disebutkan bahwa :
“Perjanjian internasional berakhir sebelum waktunya, berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut.”
Pasal ini memberikan perlindungan kepada negara peminjam atau pihak swasta bahwa perjanjian yang berakhir sebelum waktunya tidak mempengaruhi dalam penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan.









SURAT PERJANJIAN JUAL BELI TANAH

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
1)      Nama               : AHMAD HAMBAL bin KARTO SUWITO
Umur               : 60 Tahun
Pekerjaan         : Petani
Alamat                        : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Nomor KTP    : 8081234567890

Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebutPIHAK PERTAMA.
2)      Nama               : AGUS SETIAWAN, S.H bin SUROSO
Umur               : 45 Tahun
Pekerjaan         : PNS
Alamat                        : Desa Prapag Kidul, Pituruh, Purworejo, Jawa Tengah
Nomor KTP    : 3031234567890
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebutPIHAK KEDUA.

Pihak pertama dengan ini berjanji untuk menyatakan dan mengikatkan diri untuk menjual kepada pihak kedua dan pihak kedua juga berjanji menyatakan serta mengikatkan diri untuk membeli dari pihak pertama berupa:
Sebidang tanah Hak Milik yang terletak di Desa Suromadu RT.5/III, Kecamatan Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta, seluas 10.000 M³ (sepuluh ribu) meter persegi, dengan batas-batas tanah tersebut adalah sebagai berikut :
·         Sebelah barat   : Berbatasan dengan tanah H. Sabar
·         Sebelah timur : Berbatasan dengan tanah Suripto
·         Sebelah utara   : Berbatasan dengan tanah Rasyid Rizani
·         Sebelah selatan : Berbatasan dengan tanah Susilo Bambang
Dengan syarat dan ketentuan yang diatur dalam 9 (sembilan) pasal, berikut ini:
a.      Pasal 1
Harga Jual beli tanah tersebut dilakukan dan disetujui oleh masing-masing pihak dengan harga tanah sebesar Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
b.      Pasal 2
Cara Pembayarannya yaitu :
·         Pihak kedua akan memberikan uang tanda jadi sebesar Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada pihak pertama yaitu pada tanggal 10 Maret 2014.
·         Sisa pembayaran sebesar Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) akan dibayarkan oleh pihak kedua pada tanggal 01 April 2014.

c.       Pasal 3
Jaminan dan Sangsinya yaitu :
·         Pihak pertama menjamin sepenuhnya bahwa tanah yang dijualnya adalah benar-benar milik atau hak pihak pertama sendiri dan tidak ada orang atau pihak lain yang turut mempunyai hak, bebas dari sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, hak kepemilikannya tidak sedang dipindahkan atau sedang dijaminkan kepada orang atau pihak lain dengan cara bagaimanapun juga, dan tidak sedang atau telah dijual kepada orang atau pihak lain.
·         Jaminan pihak pertama dikuatkan oleh dua orang yang turut menandatangani Surat Perjanjian ini selaku saksi.
·         Apabila pihak kedua pada tanggal yang telah ditentukan diatas tidak memenuhi perjanjian ini yaitu memberikan tanda jadi sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) maka perjanjian ini batal secara hukum.
·         Apabila pihak kedua pada tanggal yang telah ditentukan diatas untuk pelunasan sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (2), secara hukum perjanjian jual beli ini batal dan pihak pertama akan mengembalikan uang tanda jadi setelah tanah dalam perjanjian ini terjual dan tanda jadi akan dikembalikan sepenuhnya.

Kedua orang saksi tersebut adalah:
1.      Nama         : SUKARWO bin SUMITRO
Umur         : 53 tahun
Pekerjaan   : Tani
Alamat      : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta

2.      Nama         : WIRANTO bin JOKOWI
Umur         : 48 tahun
Pekerjaan   : Wirausaha
Alamat      : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta

d.      Pasal 4
Penyerahannya adalah Pihak pertama berjanji serta mengikatkan diri untuk menyerahkan sertifikat tanah kepada pihak kedua selambat-lambatnya satu minggu setelah pihak kedua melunasi seluruh pembayarannya.

e.        Pasal 5
Status Kepemilikannya yaitu sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian ini maka tanah tersebut di atas beserta segala keuntungan maupun kerugiannya sepenuhnya menjadi hak milik pihak kedua.

f.       Pasal 6
Pembalik namaan kepemilikan yaitu dengan cara:
1.      Pihak pertama wajib membantu  pihak kedua dalam proses pembaliknamaan atas kepemilikan hak tanah dan bangunan rumah tersebut dalam hal pengurusan yang menyangkut instansi-instansi terkait, memberikan keterangan-keterangan serta menandatangani surat-surat yang bersangkutan serta melakukan segala hak yang ada hubungannya dengan pembaliknamaan serta perpindahan hak dari pihak pertama kepada pihak kedua.
2.      Segala macam ongkos atau biaya yang berhubungan dengan balik nama atas tanah dan bangunan rumah dari  pihak pertama kepada pihak kedua dibebankan sepenuhnya kepada pihak kedua.

g.      Pasal 7
Masa berlakunya Perjanjian, Perjanjian ini tidak berakhir karena meninggal dunianya pihak pertama, atau karena sebab apapun juga. Dalam keadaan demikian maka para ahli waris atau pengganti pihak pertama wajib mentaati ketentuan yang termaktub dalam perjanjian ini dan pihak pertama mengikat diri untuk melakukan segala apa yang perlu guna melaksanakan ketentuan ini.

h.      Pasal 8
Hal-hal lain yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan dibicarakan serta diselesaikan secara kekeluargaan melalui jalan musyawarah untuk mufakat oleh kedua belah pihak.

i.        Pasal 9
Penyelesaian Perselisihan yaitu tentang perjanjian ini dan segala akibatnya, kedua belah pihak memilih menyelesaikan perkara jika terjadi perselisihan di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabupaten Sleman Yogyakarta.


Demikianlah Surat Perjanjan ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, ditandatangani kedua belah pihak dalam keadaan sadar serta tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Dibuat di         : Sleman
Tanggal           : 03 Maret 2014


PIHAK PERTAMA,                                                              PIHAK KEDUA,




(AHMAD HAMBAL bin KARTO SUWITO)       (AGUS SETIAWAN, S.H bin SUROSO)


Saksi-Saksi:


SAKSI I                                                                                             SAKSI II       



(SUKARWO bin SUMITRO)                                                           (WIRANTO bin JOKOWI)