Sabtu, 30 November 2013

Tugas Kelompok Manusia dan Harapan

Manusia dan Harapan

 
 

A. Pengertian Harapan

 
Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi, sehingga harapan dapat diartikan sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Yang dapat disimpulkan harapan itu menyangkut permasalahan masa depan.
Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan – pesan kepada ahli warisnya.
Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan kemampuan masing – masing. Misalnya, Budi hanya mampu membeli sepeda, biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai harapan yang berlebihan terkadang akan berakibat menjadi tertawaan orang banyak seperti pribahasa “Si pungguk merindukan bulan”, walaupun tidak ada yang tidak mungkin didunia ini bila Tuhan berkehandak.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan dapat terwujud, maka diperlukan usaha dengan sungguh – sungguh, berdoa dan pada akhirnya bertawakal agar harapan itu dapat terwujud.
 

B. Apa Sebab Manusia Mempunyai Harapan ?

 
Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langsung disambut dalam suatu interaksi hidup, yakni ditengah suatu keluarga atau sebagai anggota masyarakat. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari interaksi hidup. Ditengah – tengah yang lainnya, seseorang dapat hidup dan berkembang baik fisik / jasmani maupun mental / spiritualnya. Ada dua hal yang mendorong orang hidup berinteraksi dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
Dorongan kodrat, ialah sifat, keadaan atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira, berpikir, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua.
Dorongan kebutuhan hidup, sudah kodratnya bahwa manusia mempunyai bermacam – macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besarnya dapat dibedakan atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manuis itu ialah :
a)      Kelangsungan hidup (survival)
b)      Keamanan (safety)
c)      Hak dan kewajiban mencintai dan dicintai (be loving and love)
d)      Diakui linkungan (status)
e)      Perwujudan cita – cita (self actualization)
 

C. PENGERTIAN DOA

 
Menurut bahasa do’a berasal dari kata “da’a” artinya memanggil. Sedangkan menurut istilah syara’ do’a berarti “Memohon sesuatu yang bermanfaat dan memohon terbebas atau tercegah dari sesuatu yang memudharatkan.1
Adapun lafadz do’a yang ada dalam al Qur’an bisa bermakna sebagai berikut:
1. Ibadah, seperti firman Allah: Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat demikian make, kamu termasuk orang-orang yang zhalim. (Yunus: 106).
2. Perkataan atau Keluhan. Seperti pada firman Allah: Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga kami jadikan mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi. (al Anbiya: 15).
3. Panggilan atau seruan. Allah berfirman: Maka kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling ke belakang. (ar- Rum: 52)
4. Meminta pertolongan. Allah berfirman: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang at Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad) buatlah satu surat yang semisal at Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (al Baqarah: 23).
5. Permohonan. Seperti firman Allah: Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjagapenjaga jahannam: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari.” (al Mukmin: 49).
Macam-Macam Do’a
Syeikh Abdurrahman bin Sa’diy berkata: “Setiap perintah di dalam al Qur’an dan larangan berdo’a kepada selain Allah, meliputi do’a masalah (permintaan) dan do’a ibadah.” 2
Adapun perbedaan antara kedua macam do’a tersebut adalah:
Do’a masalah (permintaan) adalah: Meminta untuk diberikan manfaat dan dicegah dari kemudharatan, atau sesuatu yang sifatnya permintaan. Dan ini dibagi menjadi tiga:
a) Permintaan yang ditujukan kepada Allah semata dan ini (termasuk tauhid dan berpahala. -red. vbaitullah)
b) Permintaan yang ditujukan kepada selain Allah, padahal dia tidak mampu memenuhi dan memberikan permintaannya. Seperti meminta kepada kuburan, pohon-pohon besar atau tempat-tempat keramat. Dan ini termasuk syirik dan dosa besar.
c) Permintaan yang ditujukan kepada selain Allah pada hal-hal yang bisa dipenuhi dan bisa dilakukan, seperti meminta prang lain, yang masih hidup untuk memindahkan atau membawakan barangnya dan ini hukumnya boleh.
Do’a Ibadah maksudnya Semua bentuk ibadah atau ketaatan yang diberikan kepada Allah balk lahiriah maupun batiniah, karena pada hakikatnya semua bentuk ibadah misalnya shalat, puasa, Haji dan sebagainya, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan ridha Allah dan dijauhkan dari azab-Nya.
 

D. Kepercayaan

 
Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal – hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. Ada beberapa kalimat yang dapat kita perhatikan :
Ia tidak percaya pada diri sendiri.
Saya tidak percaya ia berbuat seperti itu, berita itu kurang dapat dipercaya.
Bagaimana juga kita harus percaya kepada pemerintah.
Kita harus percaya akan nasehat – nasehat yang berasal dari Al-qur’an.
Dengan contoh berbagai kalimat diatas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran.
 

E. Berbagai Kepercayaan Dan Usaha Meningkatkannya

 
Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas :
• Kepercayaan pada diri sendiri
Kepercayaan pada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya pada diri sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa Percaya pada diri sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjakan yang diserahkan atau dipercayakan kepadanya.
• Kepercayaan kepada orang lain
Percaya kepada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru, atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya ternadap kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya. Ada ucapan yang berbunyi orang itu dipercaya karna ucapannya. Misalnya, orang yang berjanji sesuatu hams dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain, apalagi membuat janji kepada orang lain.
• Kepercayaan kepada pemerintah
Berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya Prof.Ir, Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan memimpin bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan sejati, Karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama pengemban tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan, sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan)
Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat adalah negara, rakyat itu menjelma pada negara. Satu-satunya realitas adalah negara). Manusia sebagai seorang (individu) tak berarti. Orang. mempunyai arti hanya dalam masyarakat, negara. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada, kedaulatan mutlak pada negara, negara demikian itu disebut negara totaliter. satu-satunya yang mempunyai hak ialah negara; manusia perorangan tidak mempunyai hak, ia hanya mempunyai kewajiban (negara diktator)
Jelaslah bagi kita, baik teori atau pandangan teokratis ataupun demokratis negara atau pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah sumber kebenaran. Karena itu wajarlah kalau manusia sebagai warga negara percaya kepada negara/pemerintah.
• Kepercayaan kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya. Oleh karcna itu jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan dari padanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat yang maha tinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan
konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut.
Usaha-usaha Meningkatkan Percaya pada Tuhan
Usaha itu antara lain:
• Meningkatkan ketaqwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah.
• Meningkatkan pengabdian kita kepada masyarakat.
• Meningkatkan kecintaan kita kepada sesama manusia dengan jalan suka    menolong, dermawan, dan sebagainya.
• mengurangi nafsu mengumpulkan harta yang berlebihan.
• menekan perasaan negatif seperti iri, dengki, fitnah, dan sebagainya.
 

Sumber :

 
http://rulrul.wordpress.com/2011/03/16/rangkuman-ibd-manusia-dan-harapan/

Kamis, 28 November 2013

Aku Cinta Dia


Desiran ombak bengitu riuh terdengar, gemercik air yang sesekali menghanyutkan butiran-butiran pasir yang berlinang-linag menjadi irama yang selalu menyanyikan lagu merdu menyelinap di lubang telingaku. Seperti biasa aku nikmati dan aku selalu bersantai di pagi hari di belakang rumahku. Belakang rumahku yang begitu luas, tak hanya sekedar luas. Namun sangat amat luas, terbentang genangan air nan kebiru-biruan tapi jernih yang tak dapat aku lihat ujungnya. Aku hanya tahu disinilah pangkal daratannya, di tanah inilah, di tanah yang sekarang aku injakan kedua kakiku.
Sesekali aku melirik mentari yang sedang tersenyum malu-malu yang muncul dari arah lautan sebelah timur, semakin lama semakin terlihat jelas senyumanya. Begitu terang, bagaikan bola lampu yang siap menerangi di setiap ruangan kala gelap datang.
Burung-burung mulai keluar dari sarang mencarikan sarapan pagi untuk anak-anaknya. menari-nari di atas hamparan samudra yang terbentang, begitu indah, begitu menggoda, dan memanja pada setiap mata yang melihatnya. Tak ketinggalan nama Riski Agung Pratama yang berderet bagaikan perahu-perahu nelayan yang keluar dari ujung lautan yang semakin lama semakin terlihat besar. Riski Agung Pratama nama yang sudah tak asing di panca indraku, hampir setiap detik denyutan nadiku teraliri nama Riski Agung Pratama.
Bukan pacar, karena kita tak pernah ada kata jadian. Meski orang-orang di sekitarku mengatakan kita pacaran. Bukan sahabat, karena aku tak ingin keberadaanku di hatinya seperti sahabat-sahabat yang lainnya. Dan yang pasti kita juga tidak menjalin hubungan TTM-an. Aku tidak peduli ketika dia dikerumuni cewek-cewek yang bisa jadi suatu saat mereka akan mau dipacarinya. Begitu juga dengan dia, aku tak tahu bagaimana ia menanggapi kedekatanku dengan cowok-cowok di sekelilingku yang juga siap memacariku yang memang aku dianugrahi oleh Tuhan sebuah wajah yang indah, sehingga tak sedikit mata lelaki yang melirik ku atau kagum terhadapku. Ditambah sikapku yang mudah sekali bergaul bahkan dengan orang yang baru saja aku kenal. Dan aku hanya bisa menjaga sikap saat aku bersamanya. entahlah.
Kata orang kalau kita tidak ada rasa cemburu berarti kita tidak punya rasa cinta. Apakah benar ini bukan cinta? Tapi jujur aku juga tak bisa untuk kehilangannya. Aku bahagia saat bersamanya, jalan-jalan sekedar mencari sebuah keindahan dan aku juga hargai semua ketulusannya padaku. Ketulusan seorang kekasih terhadap kekasihnya atau ketulusan seorang sahabat pada sahabatnya atau mungkin ketulusan seorang saudara kepada saudaranya. Aku juga tak tau. Yang jelas aku senang terhadap perhatiaannya yang diberikan padaku selama ini.
Mentari semakin tinggi, cahayanya semakin terasa panas menyengat Desa dimana aku terlahir, Tanjung mas. tak sejuk lagi seperti senyumnya kala ia datang. Aku pun harus bergegas siap-siap menjalani rutinitas kehidupanku. Kehidupan sebagai seorang mahasiswi. Mahasiswi Fakultas Bahasa Inggris, Kampus IAIN Walisongo Semarang.
Ku tuturkan sampai jumpaku pada laut, pada burung-burung, pada matahari yang telah menemani pagiku. Mungkin mereka akan menangis dengan kepergiaanku, mungkin juga mereka malah senang atas kepergiaaku. Aku juga tak tau. Aku hanya bisa berharap mereka akan setia menemani pagiku esok.
“sarapan dulu non” pinta mbok Nah yang melihatku masuk dari teras belakang sambil membawa gelas minumanku yang isinya telah aku habiskan tak tersisa.
“iya mbok, aku mau mandi dulu” jawabku pada mbok Nah yang tak pernah lelah untuk menyiapkan makanan untuk keluargaku dari pagi hingga datang pagi lagi.
Setelah mandi dan siap untuk berangkat, aku lihat handphone yang dari tadi berada di ranjang tidurku. Dua panggilan tak terjawab, aku buka dan nama Riski Agung Pratama tertera dalam layar handphone. Aku hanya bisa tersenyum manis saja saat melihat dan membacanya, aku tak dapat lakukan apa-apa lagi selain kekecewaan atas ketidak tahuanku saat Riski Agung Pratama menelfon aku. Mau gimana lagi mau aku telfon balik juga aku sudah siap berangkat, itu pun dapat mengakibatkan aku terlambat kuliah. Jadi biarlah.
Dengan kecepatan maximal 80km/jam aku geber laju motor matic kesayanganku, saling salip dengan bus yang akan masuk maupun bus dari dalam terminal Terboyo yang memang tak jauh dari tempat tinggalku. dan juga bus kota jurusan Boja yang terkadang berhenti, sekedar untuk menurunkan penumpang atau membawa penumpang yang di antaranya beberapa mahasiswa IAIN Walisongo, yang nantinya akan diturunkan di Jl. Prof. Dr. Hamka Ngaliyan Semarang. persis depan kampus meraka dan kampusku juga.
“Cinta?” terdengar suara memanggil namaku yang sedang berada diparkiran. Aku toleh kanan dan kiri ternyata Rita.
“iya Rit,” balasku sambil tersenyum dan mengangkat tanganku.
“gimana PR nya” tanya Rita yang tak sabar ingin melihat hasil kerjaku
“beres boss.” Dengan percaya diri aku keluarkan makalah dari tas cangklongku yang menggantung di bahuku.
“hahh?” Rita hanya bengong saat melihat makalah yang kubawa.
Aku juga membalas bengongnya dengan kebengonganku yang tak tahu apa maksud Rita, sambil bertanya pada diriku sendiri. apa ada yang salah dengan makalah itu.
“aduh Cinta sayang,” begitu ia memanggilku sapaan akrab persahabatan kami.
“kamu tau gak sekarang mata kuliahnya apa?” imbuhnya dengan banyak tanda tanya yang berputar-putar di atas kepalanya.
“statistik” jawabku santai
“ini makalah apa?” makalah linguistik disodorkan padaku.
Ternyata aku salah ngeprint tugas kami, maklum saat menyelesaikannya aku selingi dengan kesibukanku berbalas pesan dengan Riski Agung Pratama yang tak tahu sekarang sedang apa di kota tetangga.
“hehehe, maaf Rita sayang, aku salah bawa” terangku menjawab kegelisah-kegelisahan Rita atas kesalahanku.
Ku ambil lagi motorku dan langsung tancap gas bersama Rita menuju warnet terdekat, sudah kebiasaan setiap tugas kuliahku selesai langsung aku upload ke website agar tidak hilang termakan virus dan juga dapat dibuka dimana saja saat kita butuhkan. Toh sekarang warnet sudah bukan lagi tempat yang langka, bahkan sekarang di desa-desa sudah tau apa itu warnet.
Hari ini begitu menyenangkan dengan beberapa kejadian di kampus. Dan sesekali Riski Agung Pratama muncul menemanku lewat Sort Message Send di dalam handphone-ku. Ya, aku lebih suka kehadirannya di-handphone-ku saja dari pada kehadirannya di depanku, karena itu akan membuatku salah tingkah. Dan mengharuskan diriku se-perect mungkin di hadapannya.
Aku kembali menemui laut, namun tidak lagi aku ditemani senyum mentari. Lautan bilang mentari sudah pulang ke sarang. Memang di tempat inilah aku biasa mengerjakan tugas-tugas kuliahku yang ditemani kilauan ombak malam yang terkadang lebih terpancar saat rembulan datang, di iringi tiupan angin pantai yang segar dan juga nama seorang Riski Agung Pratama di dalam handphone yang kini berada di genggaman tanganku, yang terkadang juga membantuku dalam mengerjakan tugasku.
Besok adalah hari minggu, itu artinya esok aku tak ada kuliah, tak ada tugas tentunya. Lagi-lagi aku lewati malam minggu sendirian dan kegalauan dengan pikiran yang tak aku ketahui siapa sebenarnya yang ada di dalamnya. Seperti itulah aku lewati malam mingguku, tak seperti malam minggu remaja pada umumnya yang katanya malam yang indah untuk berpacaran.
Jari-jemariku mulai menari membelai huruf demi huruf yang berada di keypad laptopku, ingin aku curhatkan semua yang ada difikiranku kepada Tuhanku. Aku yakin Dia akan mendengarku dan akan memberi apa yang terbaik bagiku.
Tanjung mas, 08 Desember 2012
Ya Rob,
aku tau semua yang terjadi di kehidupanku tak lain adalah kehendak-Mu.
tak mampu aku melangkahkan kakiku,
melambaikan tanganku dan menggerakkan semua organ tubuhku
tanpa ada izin dari-Mu.
Aku tau kau tak akan memberi cobaan pada ku melebihi batas kemampuanku. Dan tentunya hal terbaik yang bakal Kau berikan padaku.
Ya Rob,
Aku bingung dengan perasaan yang Kau berikan padaku,
aku tak tau apa ini rindu atau hanya sekedar rasa ingin
bertemuku dengan sahabatku.
Aku bingung dengan cintaku yang saling berdatangan dan
membuatku tak dapat melabuhkan hatiku. Begitu juga dengan nama
Riski Agung Pratama. Lidahku tak dapat katakan “iya” untuknya
dan juga katakan “tidak” untuknya tanpa titah-Mu
Ya Rob,
Hanya pada-Mu semua aku serahkan, karena Kau lah pengatur
semua kehidupan dan pemilih yang terbaik untuk hamba-hamba-Mu.
Aku cetak dan aku ambil botol bekas yang ada di rumahku, kemudian aku masukkan sepotong kertas tersebut ke dalam botol yang berada di tanganku dan ku lempar ke laut sejauh mungkin aku dapat melemparnya. Cara itulah yang sering kali aku lakukan jika aku ada masalah, entah curhatku atau sekedar salam rinduku pada Riski Agung Pratama. Aku tak peduli siapa yang akan menemukan dan membacanya. Karena aku tak mungkin mengatakan rinduku padanya, di hadapannya. Meski terkadang aku ingin mengatakan di hadapannya, yang mungkin dia akan merasa bahagia setelah mendengarnya, dan bisa juga ia akan marah padaku saat mendengarnya.
Hari terus berjalan, matahari masih datang menebarkan senyuman saat fajar tiba dan tenggelam saat senja menjemputnya, semakin hilang dari pandangan mata dan dunia terasa gelap tanpa cahayanya. Hingga ahirnya aku menerima selembar kertas merah hati bertalikan pita biru muda yang tertuliskan “menikah: Riski Agung Pratama bin H. Nur Said dengan Neila Khansa binti Ibrahim” hatiku begitu terpukul, bulu-buluku terasa merinding, mataku mulai berlinang-linang dan semakin tak dapat aku tahan tetes demi tetes air mata yang mengalir kemudian membasahi kedua pipiku.
Seketika itu ingin rasanya aku merobek-robek, membakar hanguskan bahkan membuang kertas tersebut ke tengah lautan agar tengelam. Namun semua itu tak kan dapat merubah isi dari tulisan tersebut. Aku menangis, aku merintih, aku menyesal, aku merasa kehilangan. Satu hal yang aku tahu pasti: Ikuti kata hati saat ia telah begitu menginginkanmu. Hatimu tak pernah melakukan salah, karena itulah yang kau pinta. Sekarang atau nanti, saat kau tak bisa lagi dan menyesal diri.
Cerpen Karangan: Zlen
Blog: www.zlen.wordpress.com

Kehidupan Mahasiswa Baru


Kehidupan Mahasiswa Baru

Cerita ini terinspirasi dari kehidupan saya dan beberapa sahabat baru saya yang membuat saya sadar akan indahnya arti persahabatan dimana kami sering bercanda bersama melepas semua masalah dalam diri kita masing-masing tanpa adanya perselisihan dan kunci yang paling penting dalam menjaga agar persahabatan itu tidak rusak adalah bisa menghargai satu sama lain tanpa sekalipun membuat hati mereka.
Dalam kisah ini ada lima orang bersahabat yang berbeda beda asalnya dan bertemu di sebuah kota yang indah, bersih, nyaman dan dijuluki sebagai kota pelajar yaitu “Yogyakarta”. Kelima orang tersebu adalah ALVIN, ORY PRANATA, JUNI KURNIAWAN, FARID ISKANDAR DAN ADITYA DARUSALAM. Dimana dalam keseharian mereka sering sekali bersama di suatu tempat yang di kenal anak-anak jogja sebagai tempat nongkrong tanggal tua yaitu burjo. Kami tidak canggung untuk mengeluarkan uneg-uneg kami masing-masing di saat berkumpul bersama dan saling sharing pengalaman masing-masing.
Mereka semua memiliki sifat masing-masing yang unik. Alvin, berasal dari cirebon memiliki sifat yang unik, sering membuat suasana sepi menjadi rame, kalau berbicara asal ceplas-ceplos tapi masih d batas kewajaran, Ory pranata, pemuda asal PekanBaru yang sudah lebih dulu tinggal di yogyakarta di banding ke empat temannya memiliki sifat yang cool, kalo ngomong selalu bikin pedas telinga dengan kata-katanya yang kadang menusuk ke hati tetapi kadang kata-katanya membuat kita sadar akan kelakuan kita masing-masing. Farid iskandar, pemuda yang asalnya dari PekanBaru juga yang bisa di bilang paling senior di antara yang lainnya memiliki sifat yang kadang membuat kita geli, sering menjadi inspirasi dan sangat aktif dalam berbagai kesempatan yang dia ikutin. Juni kurniawan, berasal dari salah satu kota kecil d Kalimantan Timur yaitu sangatta, memiliki sifat yang humoris, sering membantu teman dan bisa di bilang paling muda di antara yang lainnya. Aditya darussalam, pemuda asal Tembilahan yang selalu memiliki bahan cerita yang tidak ada habisnya dan kadang membuat bosan mendengar ceritanya, kadang ada ceritanya yang menginspirasi dan banyak ceritanya yg membosankan, hahaha. Meskipun berasal dan memiliki sifat yang berbeda-beda banyak kejadian unik yang mereka alami bersama-sama selama dua semester ini di kampus maupun di luar kampus.
Pada suatu hari tepat tanggal 9 september 2012 mereka berlima menjalani aktifitas untuk pertama kalinya yaitu kuliah perdana Universitas Islam Indonesia. Sebelum berjalan ke kampus hal yang ada di benak merekapun ialah pasti akan bertemu banyak cewe-cewe cantik sesama mahasiswa baru yang membuat mereka semangat untuk datang meskipun harus sudah ada di kampus tepat jam 7 dan melalui suhu yang relatif dingin karena kampus tersebut terletak dekat dengan gunung merapi. Merekapun terpesona akan keindahan yang terdapat di Universitas Islam Indonesia yang memiliki bangunan-bangunan yang megah dan pemandangan yang indah serta tentunya cewe-cewe yang enak di pandang meskipun dalam keadaan ngantuk.
Semua mereka lalui sampe empat hari berturut-turut tetapi mereka belum bertemu satu sama lain. Setelah semua rangkaian acara yang mereka ikutin sebagai syarat yang dilakukan mahasiswa barupun mereka akhirnya untuk pertama kalinya bertemu di kelas yang sama pada jurusan Ilmu komunikasi UII. Pada awal-awal masuk kelas pasti ada yang namanya perkenalan di depan kelas. Paling pertama dimulai dari Farid Iskandar. Banyak yang terkejut karena mereka pikir dia dari angkatan atas tetapi sekalinya juga sama-sama maba. Farid menjadi sosok yang paling di hormati di kelas. Kemudian maju untuk memperkenalkan diri di depan kelas adalah Juni kurniawan. Tampak terlihat dia masih kurang pede untuk berbicara di depan kelas dan banyak yang tidak tau dia berasal dari mana karena sebelumnya belum pernah dengar tempat asalnya itu berada. Kemudian dilanjutkan oleh Alvin. Dia sangat pede dan tidak kelihatan canggung pada saat memperkenalkan diri bahkan banyak yang ketawa akan logat yang iya gunakan. Kemudian dilanjutkan Ory pranata. Pertama yang ada di benak teman-temannya bahwa ory ini memiliki sifat yang cukup angkuh karena terlihat dari wajahnya tetapi seketika semua berubah ketika dia mulai memperkenalkan diri. Lanjut yang paling terakhir adalah Aditya darussalam. Tampak seperti biasa-biasa saja saat ia memperkenalkan diri.
Hari demi hari mereka lalui dan hubungan mereka berlima pun semakin akrab ketika diadakannya turnamen futsal antar angkatan. Ketika pertama kali berkumpul merekapun saling berbagi pengalaman dan bercanda gurau bersama layaknya sudah kenal lama, padahal baru-baru saja berkumpul bersama. Tiba saatnya tim mereka bermain, dari mereka bertiga pun hanya tiga orang yang mengikuti turnamen. Yaitu Juni, Ory, Adit. Dalam pertandingan itu Alvin dan Farid pun menyemangati teman-temannya yang bertanding futsal.
Tampak terlihat ada satu insiden dimana Ory berselisih dengan pemain lawan, terlihat Ory pun adu mulut dengan musuhnya. Juni yang melihat insiden tersebut pertama hanya diam saja karena sudah hal biasa dalam pertandingan itu terjadi, tetapi sontak dia menjadi emosi ketika melihat temannya itu akan di pukul. Tanpa basa basi Juni pun langsung mendatangi temannya dan ikut melawan musuhnya yang juga seniornya itu. Keadaan pun semakin rusuh di Gor tempat berlangsungnya turnamen itu. Juni pun berkata “Kami memang masih junior di antara kalian semua tetapi hargai kami karena kami kesini bukan untuk cari ribut” berkata kepada seniornya itu. Kemudian senior itu pun terdiam dan memilih untuk keluar. Begitupun dengan Juni dia keluar dengan perasaan emosi berat karena kejadian itu. Semua yang berbicara pada diapun di acuhkannya kecuali Farid. Farid yang menonton dari atas pun berusaha menenangkan juni “Sudah jun nanti kita cari di luar itu orang (ngomong sambill tertawa)” jun pun ikut tertawa mendengar kata-kata Farid dan menjawabnya dengan “Bukannya apa bang kalo kita cari di luar hancur juga kita dibikin sama senior itu” Faridpun tertawa mendengarnya dan membalas “Ah, jangan macam tak ada kawan tenang aja (sambil tertawa)” sontak suasana yang panas itupun seketika hilang ketika mereka bercanda gurau.
Setelah kejadian itupun mereka mulai mengetahui sifat satu sama lain dan mulai mempelajari untuk mengimbanginya dengan sifat masing-masing agar tidak terjadi kesalah pahaman. Ke esokan harinya merekapun memulai aktifitas perkuliahan. Tampak terlihat mereka datang masih sendiri-sendiri. Banyak kejadian mereka alami sehingga mereka berlima pun menjadi sebuah perkumpulan baru di kampus yang selalu bersama saat kuliah maupun tidak. Farid sangat aktif di kampus sedangkan yang lainnya tidak maka alvin, juni, ory, adit pun sering berkumpul tanpa farid. Di burjo merekapun merasa farid agak jauh sekarang sudah jarang lagi berkumpul “Ah bang farid ini sibuk betul sombong dia sekarang” kata adit. “iya cukup tau saja lah” juni menjawab. Sontak ory pun berkata “ah memang bang farid Main tunggal dia sekarang”. Dari situlah mulai kata-kata MAIN TUNGGAL digunakan untuk menyindir satu sama lain. Tidak lama kemudian Farid pun datang “Assalamualaikum” yang lain pun menjawab kecuali ory “Walaikumsallam bang farid”. Lalu ory pun melanjutkan “Ah, main tunggal ya sekarang” Farid pun heran apa maksud dari perkataan itu lalu Juni dan aditpun jg ikut-ikutan berbicara “ah macam kau tak tau aja wak sudahlah cukup tau saja (Sambil tertawa)” farid pun semakin bingung di buatnya. Lalu alvin pun menjelaskan “Wah, main tunggal ya sekarang bang kami gak di ajak-ajak lagi” Faridpun tertawa “hahaha bukan begitu kawan” setelah kejadian itupun tampak mereka sering mengucapkan kata-kata main tunggal ketika terlihat sibuk sendiri ataupun jalan entah kemana tanpa ada kabar satupun.
Hari demi hari mereka lalui tanpa terasa hampir dua semester berlalu. Di suatu ketika Juni yang kebetulan satu kost sama bang farid curhat kepadanya “Bang ini siapa yang ada d kontak BB abang, cantik kali kulihat” faridpun melihat dan menjawab “Kenapa? Kau suka kalo iya ambil lah” juni pun tertawa dan berkata “Ah tidak bang bercanda saja ada cowonya juga itu” faridpun tertawa dan dia heran kepada juni karena sudah putus asa duluan tanpa mencoba “ah, kau nih apa gaya… belum saja di coba sudah ngomong begitu” tak lama kemudian datanglah Alvin “Assalammuaikum bang … cieee main tunggal ya sekarang cukup tau saja” Juni dan farid pun heran dengan alvin “Main tunggal apa ini kami berdua berarti main ganda kn” kata bang farid alvin pun menjawab “hahahaha bercanda bang woles lah” tak lama datang pun Ory dan Aditya “Oh… begitu sekarang ya main tunggal” Farid dan juni pun semakin heran kok semua datang-datang bilang main tunggal padahal sebelumnya berdua dengan juni. “Sakit kalian ya” kata Farid sambil tertawa “iya, apa gaya kalian ini datang-datang gak jelas” kata juni. Merekapun semua tertawa dan mereka berkumpul bersama lagi setelah jarang ngumpul karena disibukkan oleh tugas dan urusan masing-masing.
Keesokan harinya kebetulan di kampus sedang di adakan acara seminar oleh salah satu stasiun tv nasional. Di acara itu tampak mereka berkumpul terlebih dahulu di burjo biasa sambil ngopi di pagi hari layaknya orang tua. Setelah itu merekapun lantas menuju ke gedung tempat diadakannya acara tersebut. Dalam acara itu banyak sekali acara yang dilakukan salah satunya adalah pelatihan penyajian berita langsung dari studio maupu dari tempat kejadian. Pada saat istirahat siang mereka makan bersama di luar gedung. Bercanda bersama sambil makan. Ketika acara kembali dimulai Juni, Ory, Adit, Alvin pun terkejut ketika bang farid ikut dalam sebuah kelompok untuk mengikuti pelatihan. “aduh, begitu memang main tunggal lagi” kata Alvin sontak mereka semua pun sepakat untuk mengeluarkan kata-kata main tunggal.
Ketika seluruh kegiatan acara selesai merekapun lantas menuju burjo dimana biasa mereka kumpul. Farid pun datang “Assalamualaikum” sontak alvin pun menjawab “walaikumsalam, begitu memang” lalu yang lainpun juga ikut-ikutan faridpun tampak tersenyum dan mengetahui kenapa temannya bisa begitu “bukan begitu kawan aku di ajakin mau nolak gak enak aku nanti di bilang sombong” kata farid lalu adit pun menjawab “Loh kenapa bang? gak ada kami bahas-bahas abang ini” mereka semua pun tertawa “ah jangan begitulah kawan (sambil colek adit)” “ih geli bang nanti aja di kos kalau mau” merekapun semua kembali tertawa dan kata-kata main tunggal selalu di sebutkan ketika bang farid salah-salah berbicara.
Selang beberapa hari kembali mereka mengikuti kegiatan kampus yang di wajibkan bagi mahasiswa baru yaitu LKID (latihan kepemimpinan islam dasar). Cerita yang sekarang ini ada hubungannya dengan percintaan setelah beberapa cerita yang tadi belum ada kisah-kisah percintaan yang tertera. Acara ini di adakan dalam dua hari. Di hari pertama ketika acara selesai dan mereka menuju parkiran kampus tampak terlihat cewe yang selama ini menjadi pujaan bang farid di bawa oleh lelaki lain. “Wah bang ada yang cari mati kayaknya ini bang” kata alvin, lalu bang faridpun menoleh karena belum tau apa maksud dari kata alvin. Sontak terlihat muka bang farid pun merah karena malu sama teman yang lain karena alvin berkata cukup keras. Juni dan ory pun ikut-ikutan “wah bang ayo sudah kita cegat di depan” kata ory. Lalu juni pun berjalan menuju cewe dan cowo yang di maksud itu seakan-akan dia akan mendatanginya lalu berkata “Bang tahan aku jangan sampai aku kesana ku selesaikan semua itu (sambil tertawa cukup keras) bang farid pun semakin malu dengan kelakuan teman-temannya lalu berkata “sudahlah kawan, jangan begitu gak enak aku” cewe dan cowo itupun pergi dan yang membuat Farid lebih malu lagi adalah ketika alvin memanggil cewe itu pada saat antri untuk keluar dari parkiran karena kebtulan alvin kenal dengan cewe itu.
Mereka pun kembali berkumpul di burjo lagi tampak terlihat bang farid tidak bisa berkata apa-apa saat temannya menyinggung dia “Bang, kalau aku ya kayak gitu GALAU sudah aku” kata juni sambil tertawa. “kalo aku langsung kudatangi ku pukul kalau” ory melanjutkan. Farid pun tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa bilang “PANTEK” Sambil tertawa banyak hal yang mereka lakukan bersama dan masih berlangsung sampai sekarang ini.
Cerita ini berasalkan kehidupan nyata dan tidak ada rekayasa sedikitpun karena menurut saya sahabat adalah segalanya tanpa sahabat kita tidak akan bisa apa-apa. Apa lagi di tempat yang jauh dari kehidupan kita sebelumnya dan jauh dari orang tua. Hanya sahabat lah yang bisa buat kita bahagia maka janganlah kita menyia-nyiakannya dan jangan pula kita membuat mereka tersinggung .
 
 
Cerpen Karangan: Juni Kurniawan

 

Cerita Pendek

Cukup Aku dan Tuhan Yang Tahu

Pagi itu udara sedikit mendung, cuaca pun terasa lebih dingin dari hari-hari biasanya. Hal ini membuat sebagian mahasiswa yang ada di sofiah kost tampak begitu malas bergerak dari tempat tidur mereka. Namun tidak bagi seorang mahasiswa yang bernama Bayu. Bayu Bramanthio, begitu nama lengkapnya.
Mendung di pagi itu seakan tak menyurutkan langkahnya untuk berangkat ke kampus. Dengan langkah pasti ia mengayunkan kakinya ke kampus tempat ia kuliah.
Sesampainya di kampus, kelihatan sekali bahwa pagi itu kampus masih terasa sangat sepi. Di depan hanya tampak dua orang cewek yang baru saja tiba. Rany dan Cindy, begitu orang-orang memanggil mereka. Ya… Inilah penyebab mengapa Bayu begitu semangat datang ke kampus. Bayu tengah mengagumi salah seorang dari mereka, yaitu Cindy. Gadis itu memang mempunyai senyum yang istimewa, dengan lesung pipit di pipnya. Lantas saja Bayu begitu memguminya. Sudah lama Bayu menyimpan rasa terhadap Cindy, namun ia takut mengungkapkan lantaran takut nggak diterima karena mereka sudah bersahabat akrab sejak SMA.
Tengah asyik melamunkan gadis manis berlesung pipit itu, tiba-tiba saja bayu disentakkan oleh sebuah tepukan di pundaknya.
“Hey bro… Bengong aja, pagi-pagi udah ngelamun, ntar kesambet loh” Kata seseorang yang ternyata Irfan, sahabat dekat Bayu di kampus.
“Eh elo Fan, ngagetin aja… Nggak kenapa-kenapa kok Fan cuma lagi suntuk aja, sepi kali ya kampus pagi ini? Pada kemana nih penghuninya?” Sahut Bayu yang masih saja memperhatikan Cindy dan seakan membohongi perasannya sendiri.
“Ntar juga pada datang anak-anak tu, paling sekarang mereka masih pada tidur, udah ah.. Naik yuk, kita kan di ruang 7 pagi ini” Ajak Ifan untuk naik ke lantai 3 tempat mereka bakal kuliah pagi ini.
Tanpa jawaban Bayu langsung aja beranjak mengikuti Irfan yang sudah lebih dulu bergegas pergi. Begitu lah keseharian yang dilalui Bayu sebagai pemuja rahasia Cindy.
Waktu terus berjalan, tanpa terasa sekarang sudah bulan November, Ya… Seminggu lagi Cindy ulang tahun, tepatnya tanggal 16 November. Hal ini tentu saja tidak akan lupa oleh Bayu. Jauh-jauh hari ia sudah memikirkan untuk mengunggapkan perasaannya terhadap Cindy, Malaikat penyemangatnya selama ini. Namun ia agak sedikit bingung memikirkan strategi dan cara apa yang bakal bisa menaklukkan hati Cindy.
Seminggu berlalu, Esok adalah ulang tahunnya Cindy. Kali ini Bayu nggak bingung lagi apa yang akan ia lakukan untuk menyalurkan perasaannya. Semua sudah ia siapkan dari seminggu yang lalu.
Pas di hari ulang tahunnya Cindy, Bayu nggak kelihatan. Ternyata ia sengaja datang terlambat. Begitu rencana yang ingin ia lakukan.
Tak lama berselang, Bayu pun tiba di acara ulang tahunnya Cindy, dengan kado yang terbungkus di tangannya. Tampak olehnya Irfan dan Cindy tengah duduk berdua di meja sudut. Bayu pun menghampiri kedua temannya tersebut.
“Selamat ulang tahun ya Cin, Moga panjang umur dan sukses selalu” Ucap Bayu sembari menyalami Cindy
“Amin.. Makasih ya Bay” Jawab Cindy singkat
“Eh Bay, kok lo baru nongol? Kemana aja?” Kata Irfan yang baru ngeliat Bayu datang
“Sorry bro, gue da perlu tadi, makanya agak telat datangnya” Sahut bayu mengeles
“Ya udah, nggak pa-pa kok, yang penting lo udah mau datang ke acara ulang tahunku” Kata Cindy
“Ya kalo soal itu mah gue pasti datang lah Cin, eh gue ke belakang dulu bentar ya” Kata Bayu yang sengaja ingin menyiapkan semuanya buat ngungkapin perasaannya pada Cindy.
“Masa cepet amat lo mau kesana Bay, lo nggak mau ngucapin selamat dulu ama kita?” Ucap Irfan
“Selamat untuk apa? Kan tadi udah sama Cindy” Tanya aku yang agak sedikit bingung
“Kami baru jadian loh Bay” Jawab Cindy singkat
Bayu terdiam, jantungnya terasa berdetak lebih kencang. Usaha yang selama ini ia lakukan kandas di tangan sahabatnya sendiri. Sia-sia dengan apa yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Hatinya serasa dicabik-cabik oleh kedua temannya tersebut. Kecewa, ya.. itulah yang Bayu rasakan saat ini.
“Hey lo kenapa? Bengong aja, nggak seneng ya temen lo jadian?” Tiba-tiba suara Irfan menyentakkan lamunan Bayu
“Seneng kok, Selamat ya, ya udah gue ke belakang dulu” Ujar Bayu singkat dengan sedikit senyum kebohongan di mulutnya.
Langkah gontai dengan semangat patah bayu menuju ruang belakang. Hatinya menangis dengan kenyataan yang nggak ia duga sama sekali. Kado yang bawa nggak tau harus kemana ia letakkan. Perasaan yang terpendam nggak tau harus ke siapa ia ungkapkan.
Kecewa.. Cuma itu yang ia rasakan saat ini. Dalam hati Bayu bergumam, “Mungkin memang ini jalanku”

Cerpen Karangan: Andri Rikardo


Waktu tak terasa bergulir dengan cepat. Entah mengapa menurutku waktu itu sebuah misteri karena jika dinanti terasa lambat dan sebaliknya jika tidak dihiraukan terasa cepat. Yah… seperti sekarang ini alhamdulillah aku sudah menempuh pendidikan di salah satu SMA negeri di kota Palembang selama tiga tahun. Pada hari ini banyak air mata dan tawa kebahagiaan mewarnai di setiap penjuru sekolah maupun warnet (warung internet) baik di dekat sekolah maupun rumah. Aku mengucapkan rasa syukur kepada Allah ketika melihat namaku di alamat website hasil UN 2012 sebagai salah satu pelajar yang lulus. Sepertinya baru kemarin aku mendaftar masuk SMA dan mengikuti MOS, sekarang aku sudah menyandang status sebagai alumni.
Usai melihat hasil UN aku harus mempersiapkan diri dan bekal untuk menempuh pendidikan di universitas. Sebelum UN berlangsung aku dan beberapa temanku telah diterima di sebuah universitas yang didirikan oleh salah satu ilmuwan fisika ternama di Indonesia. Lokasi universitas itu berada di daerah Serpong. Direncanakan aku dan teman-temanku akan berangkat dari Palembang ke Serpong seminggu setelah lebaran. Wuiiihh tidak sabar aku menantinya. Aku sudah membayangkan akan bertemu dengan dosen-dosen yang hebat karena hampir semuanya merupakan lulusan dari luar negeri. Kemudian tinggal di asrama dengan fasilitas yang lengkap. Lalu bisa memunyai teman-teman dari berbagai provinsi di Indonesia khususnya dari Papua.
Hari yang dinantikan pun tiba. Aku dan teman-teman dari Palembang lainnya yang berkumpul di kantor diknas. Kami semua mendapat pengarahan dari kepala dinas. Intinya selama di sana kami harus menjaga nama baik daerah, diri, dan sikap. Bagaimanapun juga disana kami akan hidup mandiri jauh dari pengawasan orang tua dan bertemu dengan orang asing. Semua yang hadir di diknas adalah mereka yang berangkat menggunakan bus termasuk juga aku. Sedangkan yang menggunakan pesawat ada yang sudah berangkat dan ada yang belum. Tepat pukul 10:00 bus yang mengantar kami berangkat meninggalkan keluarga, teman-teman, dan kota Palembang tercinta. Selama dalam perjalanan aku banyak merenung.
Sebenarnya aku hanya ikut-ikutan saja dengan teman-teman lainnya ingin masuk ke kampus ini karena aku khawatir tidak lulus SNMPTN 2012 dan hanya bisa masuk universitas swasta. Rencananya aku ingin masuk POLTEKKES. Jujur aku bingung mau masuk universitas yang mana. Dari kampus yang biasa-biasa saja hingga kampus yang terkenal telah melakukan promosi di sekolah. Akhirnya, aku memutuskan berjuang bersama 1000 lebih peserta lainnya untuk bisa diterima di universitas yang berlokasi di Serpong. Ada rasa khawatir akan gagal karena persaingannya cukup ketat. Bayangkan dari 1000 lebih peserta hanya menerima 98 peserta. Wuiiihhh… gila kan. Alhamdulillah aku diterima berkat ridho Allah, doa dan pertolongan dari orang tua. Aku senang sekali. Ini semua di luar dugaan karena sejak awal aku tidak pernah terpikirkan akan kuliah di kampus ini dan hidup merantau. Dari sini Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya kepadaku bahwa semua keinginanku belum tentu baik dan Allah telah memberi penggantinya yang jauh lebih baik.
Setelah menempuh perjalanan selama sehari semalam, keesokan harinya kami telah tiba di asrama masing-masing. Asrama puteri di Paulus sedangkan asrama putera di Illago. Setelah menentukan kamar dan teman sekamar selanjutnya kami harus menyelesaikan administrasi di kampus. Hari ini cukup melelahkan dan masih ada yang merasa sedih karena berpisah dengan keluarga tercinta di Palembang. Kegiatan di hari pertama yaitu bersih-bersih dan berbelanja kebutuhan sehari-hari. Dalam waktu sekejap banyak uang yang harus dikeluarkan seperti membeli peralatan kebersihan, belanja, dan membeli makanan. Penghuni di asrama puteri ada yang berasal dari Belitung Timur, Palembang, Kupang, dan Papua. Namun, penghuni dari Papua lebih mendominasi dari segi kuantitas. Ini adalah pengalaman pertama bertemu langsung dengan orang timur Indonesia. Aku begitu takut melihat mereka kupikir mereka kurang bersahabat karena budaya mereka yang begitu keras sangat berbeda dengan budaya di daerahku.
Hari selanjutnya pelaksanaan OSPEK yang harus dijalani oleh mahasiswa baru. Peserta OSPEK tahun ini berasal dari berbagai daerah selain dari Palembang ada yang berasal dari Kalimantan Tengah dan Papua. Selain itu ada kakak tingkat dari Kupang dan Belitung timur karena mereka belum mengikuti OSPEK di tahun kemarin. Kegiatan OSPEK di kampus ini berlangsung lancar dan cukup berkesan. Ada kejadian unik yang kualami selama kegiatan OSPEK berlangsung. Pada hari pertama panitia OSPEK memberi tugas kepada kami untuk meminta biodata dan tanda tangan kepada peserta OSPEK lainnya yang tidak sedaerah selama pelaksanaan OSPEK dan diberi batas minimal tanpa pengulangan. Jumlah peserta OSPEK dari Papua sangat banyak dan aku belum bisa membedakan wajah mereka antara yang satu dengan lainnya karena bentuk wajah mereka menurutku sama seperti mata, hidung, bibir, dan warna kulit. Rambut mereka juga sama yaitu keriting mendekati kribo. Jadi, usai pelaksanaan OSPEK aku terkejut melihat hasil tugasku. Ada beberapa nama mengalami pengulangan. Satu nama bisa berulang sebanyak dua atau tiga kali. Ya ampuuunnn…
Di kampus ada satu nama dosen yang cukup unik. Mengapa? Karena dia sangat eksis di jejaring sosial dan di kalangan mahasiswa khususnya seangkatan denganku dia terkenal dengan tugas-tugas dan soal ulangan yang bisa bikin kami gigit jari. Dia merupakan salah satu dosen mata kuliah komputer di kampus ini. Dia juga merupakan lulusan terbaik di kampusnya dan tamatan S3 di salah satu universitas yang ada di negeri sakura. Anehnya meskipun termasuk orang pintar dalam hal akademik tapi memiliki sikap yang terkadang menjengkelkan. Biasanya kami sering memanggilnya Pak Lucky. Pak Lucky itu sangat kepo di jejaring sosial. Entah itu bentuk perhatian dosen dengan mahasiswa atau dampak dari masa mudanya yang banyak dihabiskan dengan belajar. Intinya hampir setiap mahasiswa sangat “segan” dengan bapak itu apalagi kalau sudah diberi tugas. Walaupun begitu ada satu kebaikan dari dirinya yaitu Pak Lucky sering menasihati kami untuk bisa menjadi mahasiswa sukses seperti dirinya dan menceritakan pengalamannya sebagai mahasiswa. Sehingga ada banyak pelajaran yang bisa kami ambil dari pengalaman dia.
Awal pertemuanku dengannya ketika dosen mata kuliah komputer di kelasku yang semula dipegang oleh Bu Sukma diganti dengan Pak Lucky. Di hari pertama pertemuan aku terkejut karena dosen yang hadir seorang laki-laki bukan perempuan (ketika itu aku belum tahu ada penggantian dosen). Kesanku di hari pertama kupikir dia merupakan dosen yang serius dan menyeramkan. Di hari pertama kami sudah diberi tugas dan minggu depan sudah dikumpul. Cukup menegangkan. Pada pertemuan selanjutnya hasil penilaian tugas diumumkan. Dengan tampang yang serius dia memanggil nama Dita dan Ema. Mendengar namanya dipanggil Dita dan Ema sedikit ketakutan (trauma masa SMA jika ada kesalahan maka guru akan memanggil nama yang bersangkutan lalu diberi hukuman) maju ke depan menemui Pak Lucky. Mereka berpikir bahwa mereka telah melakukan kesalahan dan akan menerima hukuman. Lalu Pak Lucky bertanya, ”Apakah kemarin kalian belajar?” Dengan kompak mereka menjawab, ”Iya, Pak.” Kemudian Pak Lucky menanyakan kepada mereka kapan dan dimana mereka belajar secara detail. Aduh… semua teman-temanku panik karena mereka banyak yang belum belajar. Aku juga ikut panik bukan karena tidak belajar (untunglah beberapa hari ini aku belajar walau hanya membaca buku modul) melainkan bingung menyusun jawaban yang tepat.
Tanpa kuduga sebelumnya namaku dan Wahda juga dipanggil. Deg… sambil menelan ludah aku maju ke depan. Lalu Pak Lucky menanyakan kami dengan pertanyaan yang sama ”Apakah kemarin kalian belajar?” Aku menjawab sesuai dengan jawaban yang telah kubuat sebelumnya tanpa ada unsur kebohongan. Setelah Pak Lucky puas menginterogasi kami dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidik dia kembali memanggil Dita dan Ema sedangkan kami masih berdiri di depan kelas. Cukup lama kami terdiam tanpa mengetahui hukuman yang akan kami terima. Ternyata dengan ekspresi muka yang berubah 180 derajat nama kami satu per satu disebut beserta nilai tugas kami yang memuaskan. Pak Lucky mengucapkan selamat kepada kami sambil tersenyum karena berhasil memperoleh nilai yang bagus. Kami bingung tidak mengerti maksud dari tindakan Pak Lucky yang tidak jelas atau GJ (Gak Jelas). Tadi seperti mau marah sekarang malah tersenyum sendiri. Sejak itulah aku baru tahu kalau dosen ini sedikit berbeda dengan dosen pada umumnya.
Setiap pertemuan selesai kami selalu pulang dengan muka sedih, kesal, dan kecewa. Setiap pertemuan kami diharuskan mengerjakan kuis dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Pak Lucky bilang nilai kuis itu akan membantu mendongkrak nilai kami. Jadi, maksud dari diadakan kuis setiap pertemuan supaya kami mau belajar. Niat yang baik tapi membuat kami sedih terus melihat hasil yang kurang memuaskan. Aku dan teman-temanku berpikir sepertinya dia senang melihat kami menderita. Ini hanya pendapat dan belum sepenuhnya benar. Pertanyaan kuis yang dibuatnya penuh jebakan dan sedikit alay. Kami harus teliti untuk menjawabnya. Jika waktu telah habis kami harus bergegas menyelesaikannya. Pak Lucky beralasan kami harus terbiasa dengan kehidupan mahasiswa yang sangat berbeda dengan kehidupan sekolah. Teman-temanku yang berasal dari Papua bahkan ada yang benci dengannya, tapi aku berusaha menasihatinya untuk tidak membencinya. Aku harap maklum karena dia tidak terbiasa dengan metode belajar Pak Lucky yang cukup ekstrim.
Awalnya aku tidak berniat berteman dengan Pak Lucky di jejaring sosial karena teman-temanku yang sudah berteman dengannya pernah bilang bahwa jejaring sosial kalian akan di-kepo-in, jadi tidak aman kalau meng-update status yang galau atau sedih. Namun, entah mengapa aku malah nekat mengirim pertemanan dengan Pak Lucky tepat di hari pembukaan UKM bela diri terbaru di kampus -pembina UKM itu yaitu Pak Lucky-. Sejak saat itu jejaring sosial milikku selalu di-kepo-in oleh Pak Lucky. Ingin kubatalkan pertemanan tetapi tidak enak hati dengan Pak Lucky, nanti dianggap mahasiswa yang kurang ajar. Selain UKM bela diri ada juga UKM Budaya Jepang yang pembinanya sama yaitu Pak Lucky. Pernah aku ikut UKM Budaya Jepang tapi memutuskan berhenti karena aku tidak sanggup menghafal huruf hiragana dan huruf katakana yang berjumlah sangat banyak. Selama empat bulan aku tidak terlalu akrab dengan Pak Lucky seperti Dita dan kawan-kawannya. Mereka sangat dekat sekali dengan Pak Lucky setelah menjadi anggota UKM Budaya Jepang. Aku tidak terlalu suka dengan sikap Pak Lucky yang tidak seperti dosen lainnya.
Awal pertengahan semester, anggota UKM Budaya Jepang sedang mencari anggota baru. Aku termasuk salah satu sasaran mereka. Mereka bilang kalau yang mengajar bukan Pak Lucky tapi mereka, lalu belajar bahasa Jepang mengulang lagi dari awal, dan akan mendapat sertifikat sebagai tanda telah mengikuti UKM ini. Kemudian aku tertarik bergabung dengan mereka. Sejak saat itu aku semakin sering bertemu dengan Pak Lucky. Pertemuan pertama di kegiatan UKM ini berjalan lancar dan sesuai dengan yang dijanjikan oleh Dita cs. Mereka yang sudah terlebih dahulu bergabung di UKM ini menjadi pengajar kami. Pak Lucky hanya duduk di belakang sambil memerhatikan kegiatan kami seperti seorang pengawas. Namun, seiring waktu bergulir Pak Lucky mengambil alih lagi menjadi pengajar karena mereka belum sukses menyampaikan materi sesuai target yang telah ditentukan. Pak Lucky memiliki kemampuan mengajar dengan cepat. Dari sekian banyak materi yang telah disampaikan hanya beberapa materi yang berhasil melekat di otakku selebihnya menguap di udara. Teman-temanku yang baru bergabung dan tidak terbiasa belajar dengan metode pembelajaran Pak Lucky lebih parah. Mereka semakin tidak mengerti, semakin malas, dan akhirnya memutuskan berhenti dari UKM ini. Meskipun aku sudah membujuk mereka untuk tetap bertahan, tapi keinginan mereka untuk berhenti tak mampu kuhentikan. Anehnya aku masih bertahan dan mencoba mempertahankan komitmen untuk tetap setia dengan UKM ini.
Ada satu hal unik lagi dari Pak Lucky yaitu dia memiliki kemampuan berjalan sangat cepat mungkin sudah menjadi kebiasaan ketika masih sekolah di Jepang dulu. Waktu itu UKM Budaya Jepang mengadakan jalan-jalan ke kampus Pak Lucky dulu ketika dia menempuh pendidikan S1. Kampus itu sungguh luas dan asri. Hmmm… kupikir lahan kampus ini bisa didirikan perumahan. Rombongan yang mengikuti jalan-jalan ini tidak ada satu pun yang membawa kendaraan, jadi kami harus berjalan kaki untuk mengelilingi semua tempat yang ada di kampus ini. Jika berjalan kaki dengan santai itu tidak menjadi masalah, tapi kami harus mengimbangi kecepatan Pak Lucky berjalan. Sedikit saja lengah kami bisa tertinggal. Setelah puas berjalan-jalan bisa dipastikan kaki kami terasa pegal dan badan mengalami kelelahan. Setelah itu kami juga harus membuat catatan di jejaring sosial mengenai kesan dan pesan dari acara jalan-jalan santai itu. Aku baru tahu tujuan dia mengelilingi kampus dengan berjalan cepat supaya kami tidak ketinggalan angkot terakhir menuju lokasi asrama kami.
Aku dan teman-teman sekelas sudah lama menyusun rencana berlibur ke Yogyakarta. Bukti keseriusan kami adalah dari berjualan cokelat dan boneka miniatur. Hasil keuntungan penjualan itu akan digunakan untuk menambah modal dari uang kas untuk berlibur ke Yogyakarta. Selain aku dan teman-teman, dosen dan tutor kelas kami juga ikut. Ketika Pak Lucky ditawari untuk ikut dia bersikap seolah-olah tidak mau ikut dengan alasan sibuk. Beberapa hari kemudian, Pak Lucky berubah pikiran dan menyetujui untuk bergabung dengan syarat dia ingin menginap di hotel karena kami menginap di tempat penginapan dan tidak mengikuti acara inti yang akan dilaksanakan di malam terakhir. Salah satu kegiatan yang akan dilakukan disana selain jalan-jalan yaitu bertukar kado. Kami akan memilih penerima kado secara acak dengan cara mengambil gulungan kertas di dalam wadah. Rencana awal Pak Lucky tidak mengikuti acara bertukar kado sehingga kami melakukan pemilihan tanpa kehadiran dia. Dua minggu kemudian terjadi perubahan rencana Pak Lucky berminat mengikuti acara bertukar kado dan batal menginap di hotel sehingga kami harus melakukan pemilihan ulang. Padahal aku sudah senang penerima kadoku adalah teman dekatku. Setelah dilakukan pemilihan ulang aku mendapat nama teman pria dan aku tidak terlalu dekat dengannya. Sungguh mengecewakan. Seandainya saja dari awal Pak Lucky memang ingin ikut tidak akan terjadi pemilihan ulang.
Selain itu kami juga dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok memiliki koordinator yang telah ditentukan. Sialnya, koordinator kelompokku yaitu Pak Lucky. Dia hanya tersenyum saja melihat sikapku seperti pelajar mendapat hasil ulangan jelek. Mengapa harus di kelompokku? Mengapa tidak menjadi koordinator di kelompokk Dita cs? Mereka kan sudah dekat dengan dia sedangkan aku tidak. Berbagai pertanyaan penolakan memenuhi pikiranku. Tidak bisa kubayangkan apa lagi yang akan dilakukan Pak Lucky sehingga membuat aku stress. Salah satu agenda kegiatan kami yaitu berjalan dari malioboro ke alun-alun keraton. Jarak yang harus ditempuh lumayan jauh. Jika berjalan menyusuri jalan Malioboro dengan kecepatan penuh maka kakiku bisa pegal dan betisku juga akan semakin membesar. Namun, aku harus tetap berpikir positif dan mencoba menerima kenyataan meskipun pahit. Walau bagaimanapun juga dia tetap dosenku yang harus kuhormati.
Awal bulan Maret aku dan rombongan berangkat ke Yogyakarta menggunakan jasa kereta api kelas ekonomi. Rombongan terdiri dari Pak Lucky, Bu Eta, Bu Vista, Pak Slamet, dan mahasiswa di kelasku. Selama dalam perjalanan keakraban antara dosen, tutor, dan mahasiswa terjalin. Kami sebagai teman sekelas semakin mengenal satu sama lain. Walaupun salah satu dosen kami batal ikut dan digantikan dengan tutor lain tapi itu tidak menyurutkan kegembiraan kami untuk berlibur. Bukan hanya itu aku semakin tahu sisi lain dari Pak Lucky dan sejak saat itu aku semakin dekat dengan dosenku itu seperti Dita cs. Ketika aku sedang bercanda ria dengan beberapa teman yang posisi duduk mereka berseberangan dengan posisi aku duduk tiba-tiba Pak Lucky berpindah posisi dari tempat duduk awal ke tempat duduk temanku itu. Teman duduk Pak Lucky sudah tidur jadi dia tidak ada teman yang bisa diajak bicara. Setelah puas bercerita dan bercanda beberapa dari kami sudah ada yang tidur termasuk Pak Lucky. Aku dan teman-teman tertawa melihat gaya tidur Pak Lucky seperti pasukan dalam keadaan siap di barisan tanpa bergerak sedikitpun sama seperti ketika dia berfoto tanpa ekspresi dan aksi.
Hari pertama di Yogyakarta sesuai agenda kami akan mengunjungi Candi Prambanan tetapi hanya melihat saja dari luar pagar. Namun, di luar dugaan kami bisa membeli tiket masuk dengan promo harga mahasiswa (hahaha ini nih salah satu keuntungan menjadi mahasiswa). Hari ini kami semua memakai kaos kelas kecuali Pak Lucky. Dia beralasan dia tidak merasa nyaman memakainya sebagai penggantinya dia hanya memakai kaos olahraga berwarna biru seperti warna kaos kelas kami. Sesuai perkiraanku pembentukan kelompok yang telah disusun tidak efektif. Selama di sana kami pergi dengan teman masing-masing. Ada yang berdua seperti aku dan Ani, ada yang bertiga, dan ada yang berkelompok. Pokoknya kami pergi tidak bersama dengan kelompok masing-masing. Sorenya tiba-tiba turun hujan lebat, untungnya kami berombongan sedang ada di museum Candi Prambanan. Seharusnya sore ini kami berencana mengunjungi pasar Malioboro tetapi karena turun hujan agenda yang telah disusun terpaksa diundur.
Sekitar jam 17:30 kami berombongan baru tiba di pasar Malioboro. Awalnya kami pergi sesuai dengan kelompok masing-masing, tetapi hanya bertahan selama beberapa menit setelah itu kami pergi sesuai keinginan masing-masing. Ada yang pergi sendiri, berdua, bertiga, dan rombongan. Bahkan ada temanku yang hampir tersesat, tetapi berhasil ditemukan. Pokoknya sudah kacau tak bisa dikontrol lagi. Di kelompokku sesuai saran dari koordinator kelompok, Pak Lucky tempat yang pertama kali dikunjungi yaitu toko baju. Ternyata harga baju di toko lumayan mahal, aku sama sekali tidak berminat. Aku juga merasa tidak bebas untuk berbelanja. Ketika Pak Lucky menghilang dari pengawasanku daripada mencari keberadaannya lebih baik aku memanfaatkan kesempatan emas ini untuk kabur dan bergabung dengan temanku Ani. Selera Pak Lucky sangat tinggi dia lebih senang berbelanja di toko daripada di emperan jalan.
Di sini banyak barang yang dijual dengan harga murah. Aku pusing mau membeli apa. Ketika sedang asyik berbelanja tiba-tiba aku bertemu dengan Pak Lucky dan mengajak kami untuk sholat maghrib. Ya ampun sudah sejam kami berkeliling tapi tidak menyadari waktu sholat sudah lama masuk. Usai sholat maghrib kami akan melanjutkan kegiatan berbelanja, tetapi Pak Lucky memberitahu bahwa kami sudah ditunggu rombongan lain. Akhirnya, dengan perasaan kecewa kami membatalkan niat untuk melanjutkan berbelanja. Selama di perjalanan kami bertemu dengan Ema dan Sandy tapi mereka berdua menghindar ketika Pak Lucky tidak melihat keberadaan mereka berdua. Aku tahu mereka berdua sengaja menghindar dari Pak Lucky. Berbelanja sambil diperhatikan Pak Lucky itu sangat tidak nyaman. Kemudian di tengah perjalanan kami bertemu dengan Saddam dan segera mengajak untuk mengikuti kami. Tiba-tiba Pak Lucky ingin mengambil gambar di depan benteng yang terkenal di Yogyakarta, aku lupa namanya. Lalu untuk percobaan Pak Lucky mengambil gambar aku dan teman-teman beberapa kali dengan alasan mencari hasil yang bagus. Setelah itu sesuai dugaanku dia meminta Saddam untuk mengambil gambarnya dengan kami di depan benteng. Masih dengan gaya khasnya tanpa gaya dan aksi.
Selanjutnya kami mengunjungi alun-alun keraton, disana sedang ada acara sejenis festival. Sungguh malam yang menyenangkan semua beban selama menjalani kuliah hilang tanpa bekas. Setelah puas menikmati malam yang indah di keraton, kami pulang ke basecamp menggunakan delman. Agenda selanjutnya yaitu bertukar kado, selama di pasar Malioboro kami semua diberi jatah uang untuk membeli kado dan malam ini saatnya kami akan memberi kado yang telah dibeli kepada penerima. Ada hal unik yang terjadi yaitu ketika Ema memberi kado kepada Pak Lucky ternyata Ema mendapat kado dari Pak Lucky. Sontak kami heboh karena ini benar-benar kebetulan. Setelah semua mendapatkan kado kini tibalah agenda terakhir yaitu pemutaran video kelas. Semua larut dalam kesedihan karena kami semua akan pindah kelas lagi.
Esoknya sebelum pulang kami melanjutkan lagi berbelanja di pasar Malioboro. Setelah puas berbelanja aku dan Ani ingin membeli oleh-oleh kue bakpia ternyata teman-teman yang lain juga ingin membeli. Ketika kami hendak pergi membeli ada warga yang berbaik hati memberitahu kami keberadaan toko yang menjual kue bakpia dengan harga murah. Akhirnya kami mengikuti saran dari warga itu. Aku, Ani, Ema, Sandy, Bu Eta, dan Pak Lucky berangkat ke toko tersebut sambil ditemani warga itu sebagai penunjuk jalan. Setibanya di toko, lagi-lagi Pak Lucky berulah ketika kami semua sibuk memilih dan membeli dalam jumlah banyak dia menyindir kami “Wah borong nih!!!” Tidak lama kemudian Pak Lucky juga membeli bakpia dalam jumlah yang banyak. Bukan hanya itu saja dia lebih memilih yang baru diangkat dalam oven daripada yang telah disediakan di tempat-tempat.
Setelah itu kami pulang menggunakan kereta api lagi dan selama di perjalanan kami lebih banyak diam dan istirahat karena kelelahan. Pagi harinya tanpa sempat belajar kami harus mengikuti placement test. Beberapa dari kami ada yang ketiduran dan untungnya aku tidak ketiduran. Akhirnya semester dua telah tiba dan aku mendapat kelas, dosen, tutor, dan teman baru. Aku sangat senang setelah mengetahui dosen mata kuliah komputer di kelasku bukan Pak Lucky. Aku tidak membencinya hanya saja aku merasa bosan jika Pak Lucky lagi. Aku juga ingin merasakan diajar oleh dosen yang lain. Ternyata ini hanya bertahan selama dua bulan ketika terjadi perubahan susunan dosen di mata kuliah komputer. Dosen mata kuliah komputer untuk kelasku diganti dan betapa terkejutnya aku setelah mengetahui siapa pengganti dosen untuk kelasku? Siapa lagi kalau bukan Pak Lucky. Meskipun hanya untuk sementara tetapi aku tetap tidak menyetujui keputusan ini.
Selama kami diajar oleh Pak Rizal kami selalu merasa senang dan tidak mengkhawatirkan dengan nilai karena dia akan menjamin nilai kami bagus selama mematuhi aturan yang berlaku. Tugas yang diberikan tidak terlalu sulit jika dibandingkan dengan kelas lain yang diajar oleh Pak Lucky. Mereka memiliki banyak tugas yang lumayan berat sehingga mereka ada yang kekurangan tidur. Sebenarnya itu sudah hal yang biasa bagi seorang mahasiswa tapi, aku kasihan sama mereka. Namun, kelebihan mereka daripada kami yaitu setidaknya mereka mendapatkan materi lebih banyak dan berguna untuk mereka kelak daripada kelasku.
UTS (Ujian Tengah Semester) telah berlalu kini dosen mata kuliah komputer di kelasku bukan Pak Rizal lagi dan sudah diganti dengan Pak Lucky. Apa yang aku takutkan akhirnya terjadi juga. Walaupun Pak Lucky mengetahui bahwa kami tidak ingin diajar oleh dia, tapi dia menganggap ini sebuah tantangan. Sehingga mau tidak mau kami harus menerima kenyataan. Sebenarnya materi yang tersisa di semester ini sedikit, tapi ada satu materi yang lumayan berat. Pada materi itu kami diberi tugas oleh Pak Lucky untuk membuat suatu permainan dan hanya diberi waktu tiga minggu. Meskipun itu tugas kelompok tapi banyak sekali hambatan yang harus dialami kelompokku. Pertama semua anggota di kelompokku tidak memiliki laptop padahal tanpa ada laptop bagaimana caranya kami bisa menyelesaikan tugas itu. Kedua sayangnya di kelompokku tidak ada yang memiliki kemampuan di bidang programming. Pak Lucky pernah mengatakan bahwa aplikasi programming yang digunakan untuk membuat tugas itu termasuk jenis aplikasi yang mudah digunakan karena anak-anak tingkat sekolah dasar banyak yang bisa menggunakannya. Hasilnya bisa ditebak permainan kelompokku kurang bagus jika dibandingkan dengan kelompok lain. Kemudian kehebatan manusia ketika berada dalam suasana mendesak terjadi di kelompokku. Di sisa waktu yang tinggal beberapa hari lagi akhirnya, kami bisa menyelesaikan tugas itu tepat waktu meskipun ketika dipresentasikan Pak Lucky berhasil membuat kami merasa gugup dan pusing menjawab pertanyaannya. Bukan hanya di kelompokku saja yang mengalaminya tapi di kelompok lain juga.
Tidak terasa waktu bergulir dengan cepat kini semester tiga telah di depan mata. Hasil belajar di semester dua telah keluar. Konsultasi dengan dosen pembimbing telah dilakukan. Alhamdulillah, aku mendapat IPK yang lumayan bagus sehingga aku bisa mengambil 24 SKS. Namun, ketika melihat KRS (Kartu Rencana Studi) punyaku mata kuliah yang pertama kali kulihat adalah komputer. Di sana tertulis nama dosen yang tidak ingin kutemui lagi. Dia adalah Pak Lucky. Aduh… badanku mendadak lemas dan pikiranku sudah terbayang apa yang akan kualami nanti. Aku hanya bisa berpikir positif bahwa ini adalah keputusan yang terbaik untukku. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada di diri Pak Lucky dia tetaplah dosenku dan juga seorang manusia yang selalu berbuat salah. Dibalik semua pengalaman yang kualami dengan Pak Lucky ini akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan selama menempuh pendidikan di kampus ini. Sekarang aku merasa hidupku menderita karena harus bertemu lagi dengan Pak Lucky di mata kuliah komputer, tapi setelah tamat dari sini aku akan merasakan manfaat ilmu yang diberikan oleh Pak Lucky. Aku yakin semua yang dilakukan Pak Lucky kepada mahasiswanya meskipun banyak yang tidak menyukainya itu semata-mata untuk kebaikan kami sendiri. Jadi, jangan pernah sekalipun membenci apa yang tidak disukai karena boleh jadi itu jauh lebih baik daripada apa yang disukai.

Cerpen Karangan: Venny06

Semanis Kasih, Semanis Gethukmu Eyang…


Lastri baru saja mengambil kotak Gethuknya di kantin sekolah. Dia bergegas menuju tempat parkir, hari ini dia dan kelompok belajarnya akan mengerjakan tugas kelompok di rumah Maya, teman sekelasnya sekaligus sahabatnya. Siang ini, Sunter benar-benar di buai surya, Lestari yang membonceng di belakang Rangga, berulang kali mengusap keringatnya.
Setibanya di sana, Lastri bersama keempat sahabatnya bergegas menuju balkon rumah Maya yang begitu teduh karena ditumbuhi perdu dan bunga-bunga. Maya segera menyiapkan sekian hidangan di atas meja, jus Jeruk, Kacang asin dan roti bakar mentereng setelah mbok Surti menuntaskan tugas dari Maya, si tuan rumah, ehem maksudnya nona rumah.
Lastri, Maya, Doni, Rangga dan Haikal, segera menuntaskan tugasnya. Lastri dan kelompok belajarnya mendapatkan tugas membuat Mabok alias majalah tembok dari ibu Nawang, wali kelasnya. Karena lusa, kelasnya mendapatkan jadwal cipta karya, dimana masing-masing kelompok belajar wajib memampang karyanya.
Lastri mendapat tugas karya sastra, seperti cerpen, puisi dan esai. Doni bertugas membuat tajuk rencana serta meliput kegiatan di sekitar sekolah atau yang biasa disebut dengan reportase, Rangga bertugas mengekspos dunia IPTEK, sementara Haikal dan Maya diizinkan menari-narikan kuas dan cat airnya. Semua menikmati tugas masing-masing.
“Hmmm, coba deh kalian bayangin kalau Markus horizon dan Bambang Pamungkas menjadi pemain basket, kalo nggak penari balet deh, pasti lucu kan?” cetus Haikal tiba-tiba.
“Iiih, lebay ah,“dengus Maya malas. Yaa, Maya Tunjung Aji memang lebih sering mementingkan asanya, tidak jarang pula Maya mengabaikan perasaan keempat sahabatnya, oops, maksudnya kelima sahabatnya, bersama Nadina yang tidak hadir saat itu.
“Nggak juga kok May, boleh juga tuh idenya, kira-kira judul yang pas apa ya buat karikatur itu?”
“Spontan uhuuy” jawab Rangga meniru Komeng.
“Aah, udah basi, gimana kalo miss understand” Doni menambahkan.
“Iya tuh, Doni bagus juga usulnya” Rangga setuju.
“Menurut loe gimana May?”
“No coment ah, nggak seru”
“Mmm, gimana kalau knowledge kacau, konsepnya kita bikin lebih unik, misalnya ada anak kecil yang ditanya oleh temannya tentang Bambang Pamungkas dan Markus Horizon, terus spontan mereka membayangkan kalau mereka adalah seorang pemain basket sama penari balet” papar Lastri.
“Mmm, bagus juga sih, tapi kalau anak kecil sih wajar kalau mereka nggak tau, tapi kalau anak SMP atau remaja sampai nggak tau figure mereka, nah itu baru knowledge kacau, ya kan?” cetus Haikal penuh yakin.
Maya hanya terdiam melihat keempat anggota kelompoknya, dia sedang memikirkan sesuatu. Tentunya untuk menghibur dirinya yang kesepian. Ayahnya seorang pembisnis ulung di bidang developer, sementara ibunya bertindak sebagai tangan kanan ayahnya, itulah sebabnya ibu Maya lebih sering menemani ayahnya untuk sekedar rapat direksi maupun melakukan riset desain serta urusan pendanaan di perusahaannya. Sementara bersahabat dengan Lastri dan kawanannya adalah sebuah pelarian, setidaknya Maya yang baru satu semester berada di sekolahnya saat ini, sudah mempunyai teman di kelasnya, dan Lastri yang dikenal sebagai ibu dari kelompoknya karena usianya yang selang 2 tahun itu, setidaknya dia mau mengajari PR-nya, sayangnya baginya bersama Lastri dan kawanannya merupakan sebuah simalakama, meskipun tersirat kebanggaan dalam hatinya, karena setidaknya dialah yang terkaya di antara kelima kawanannya itu.
“Loe kenapa May?” tanya Lastri,
“Ng… nggak kenapa-napa kok, cuma lagi mikir aja, Sunter hari ini panas banget. Soo, kalian mendingan minum dulu deh, pasti haus kan?”. Jawabnya mengeles.
“Iya juga sih, minum ah”, lanjut Doni diikuti seluruhnya.
“Oh iya, ini orange juice asli dari Holand lho, oleh-oleh dari om Romy saat liburan ke Holand.”
Oo… bukan Maya namanya jika tidak mencetuskan merek maupun asal-usul semua barang yang dimilikinya, seperti…
“Eh, ini tas dan dompet Louis Voittion yang kemaren mama beli langsung dari gerainya di Paris lho, bagus kan?”
“Eh, ini jam tangan Pathek Philips punya omaku, harganya hampir sama dengan harga satu rumah, bahkan dua apartement di Mangga Dua Square, karena terbuat dari butiran diamond, swaroski dan emas yang dipahat langsung oleh tangan dingin penjualnya usia jamnya mampu bla… bla… bla.”
Oh Maya, dia memang berbakat menjadi pemeran iklan, soalnya tanpa disuruh pun, Maya akan dengan senang hati memproklamasikan fitur barang-barangnya.
“Mmm, pantes seger banget”, hibur Lastri.
“Harganya pasti mahal ya May?”, imbuh Rangga.
“Mmm, nggak tau juga sih, tapi kayaknya sih cukup mahal.”
“Oh iya, ayah sama ibu kamu kok sepi May?”
“Ooh, ya gitu deh, bonyok lagi ada riset di New York.”
“Pantes sepi, loe pasti udah terbiasa ditinggal ya May?”
“Ya gitu deh, resiko seorang anak pembisnis sekaligus resiko orang…”
“Kaya…!!!” seru keempat sahabatnya kompak seperti biasa.
Lastri dan kelompoknya kembali menyelesaikan tugas masing-masing. Di izinkannya pulpen dan kuas yang menari di atas kertas dan sterefom sebagai medianya.
“Yes, I’m Finish…”
“Yuhuu… akhirnya kelar juga nih”
“Asik gue juga kelar nih.”
“Siip deh, semoga kita bisa menang dalam edisi minggu ini, oh iya Las, minggu ini jadwalnya kelompok belajar mana aja sih?”
“Mmm, kelompok kita, kelompok Sakura, teruuus, kelompok Samudra”
“Lumayan juga ya saingan kita, optimis nggak ya?”
“Optimis donk Don, pasti bisa.”
“Mmm, tapi gue nggak yakin Las, kelompok Sakura kan udah jadi winner berturut-turut”
“Soo what May? selama kita berusaha, pasti ada jalan kok, yaa… walaupun semisal nantinya gak juara, paling nggak kita udah berusaha”
“Betul… betul… betul…” seru Doni, Rangga dan Haikal kompak.
Maya pun mengangkat kedua pundaknya dan hanya tersenyum kecut seperti biasa.

Lastri kembali ke parkiran sekolahnya untuk mengambil sepedanya yang beberapa jam sebelumnya dititipkan kepada pak Ahmad, penjaga sekolahnya.
“Loe gak mau dianter gue aja Las, biar nanti pak ahmad yang bawa sepeda loe, dia tetangga loe kan?”
“Nggak Rangga, ntar bisa-bisa eyang ngamuk lagi, liat gue pulang telat dianter cowok”
“Emang loe belum sms kalo kita mau belajar kelompok?”
“HP nenek baru aja di jual Ra, buat bayar tagihan listrik bulan kemaren.”
“Ooops, maaf ya Las, gue nggak bermaksud…”
“Biasa aja lagi kaya sama siapa” Lastri tersenyum.
“Ya udah deh, gue pulang duluan ya…”
“Siip…” jawab Lastri seraya mengacungkan jempolnya kepada Rangga.
Lastri mengayuh sepeda ontanya untuk kembali berkumpul dengan nenek tercintanya. sepeda tua yang di kayuhnya adalah sepeda nenek Ningsih yang masih setia dengan keantikanya. Sama antiknya seperti pemiliknya, yang begitu sumringah dan begitu semangat mengurus Lastri dan kakaknya, Dinar. Semenjak kedua orangtuanya wafat karena tertabrak truk saat hendak menyebrang jalan, 4 tahun yang lalu. Lastri begitu menyayangi neneknya, begitu juga dengan Dinar, keduanya telah menobatkan mahkota bergelar orang tua kepada neneknya.
Diketuknya pintu rumah yang beralaskan keramik putih, separuh dindingnya sudah kokoh dan separuhnya lagi terbuat dari kayu jati yang di vernish apik oleh almarhum ayahnya. Rumahnya memang tidak semewah rumah Maya, setidaknya setiap hujan mengguyur deras, Lastri, Dinar dan neneknya, harus siap siaga dengan tiga atau empat ember untuk menampung tetesan-tetesan air hujan di setiap ruangan di rumahnya. Meskipun demikian Lastri akan sangat damai bernaung di dalamnya, karena cintanya kepada neneknya, dan karena syukur yang menaungi hatinya. Seorang wanita separuh baya dengan segera membalas salam, membukakan pintu untuk Lastri. Dengan senyuman yang tersimpul khas milik neneknya.
“Dari mana aja kamu Lastri?”
“Iya eyang, Lastri minta maaf ya, tadi Lastri sama temen-temen abis kerja kelompok di rumah Maya.”
“Oh, ya sudah ndak masalah, yang penting kamu ndak kluyuran sliweran ndak jelas. Wis makan siang belum kamu nduk?” tutur nenek Ningsih dengan ciri khas jawanya.
“Sampun eyang…” Ledek Lastri kepada neneknya.
“Kamu bisa saja ngeledek eyang, memangnya kamu masih inget bahasa krama inggil yang diajarkan ibumu? kalau masih, ayo sebutkan satu per satu.”
“Masih donk eyang, gimana kalo eyang yang mulai”
“Ok, Kalau makan?”
“Dahar utawi ndahar”
“Pinter, kalau pergi ke warung?”
Lastri berfikir sejenak merasa dikerjai neneknya dengan kalimat yang cukup menguras memorinya.
“Aha, tindak teng wande, ya to eyang?”
“Betul, terus kalau mau masak nasi?”
Kali ini Lastri benar-benar menguras memorinya, karena sebelumnya ibunya benar-benar singkat mengajarinya. Beruntung memori Lastri cukup bersahabat.
“Tau eyang, kulo badhe masak sekul” Nenek Lastri menyimpulkan senyum melihat logat cucunya.
“Nah, sekarang kalau aku mau mandi?”
Kalau ini Lastri tidak begitu kesulitan karena kakaknya hampir setiap hari menggunakan dialek ini sembari mengambil handuk.
“Aah, itu Lastri juga tau, kulo badhe siram, iya to eyang?”
“Betul, betul, betul”. Ledek nenek Ningsih menirukan sebuah peran salah satu kartun di chanel swasta.
“Nah, sekarang kamu mandi, terus ke warung beli beras, terus masak nasi!”
“Siap eyang, oh iya eyang, ini uang hasil jualan Gethuk hari ini, seperti biasa eyang, laris manis nasi tiwul” tutur Lastri seraya menyodorkan wadah Gethuknya dan uang hasil jualannya di kantin sekolah.
“Alhamdulilah ya nduk, ya sudah cepat sana mandi, sebelum kakakmu pulang”, imbuh nenek Ningsih mengingatkan Lastri akan kakaknya yang bisa berjam-jam berkontes ria di kamar mandi, dengan siulan dan deringannya yang fals menyanyikan lagu om Iwan Fals.
“Untukmu yang duduk sambil diskusi, untukmu yang biasa bersafari, disana di gedung DPR, saudara di pilih bukan di lotre, meski kami tak tau siapa saudara, kami tak sudi memilih para juara, juara diam, juara he eh, juara ha ha ha”
“Cepatlah besar matahariku, menangis yang keras jangan lah ragu, tinjulah congkaknya dunia buah hatiku, doa kami di nadimu”, salah satu lirik yang sering Dinar lantunkan, membuat Lastri terenyuh jika teringat kedua orang tuanya, lebih tepatnya almarhum ayahnya yang gemar menyanyikan lagu yang sama.

“Eh, nak Lastri beli beras ya?”
“Iya pak, Lima liter aja ya pak”
“Gimana kabar nenekmu, sehat?” Lastri mengangguk pelan,
“Oh iya, sampaikan sama nenekmu, besok suruh ke warung ya, sampaikan juga ini penting dan wajib!”
Hidangan makan malam, tertata rapi dan begitu menggoda di meja makan. Tumis Kangkung, sambal Terong dan Tempe goreng menjadi menu lezat yang melambai-lambaikan aromanya. Nenek Ningsih, Lastri dan Dinar, menyantapnya usai bermunajat bersama. Kecerahan yang berseri-seri sebagai rasa syukur atas nikmat Tuhan di hari ini. Setelah membereskan meja makan, Lastri menyampaikan pesan pak. Bagyo, nenek Ningsih hanya menghela nafasnya.
“Eyang kenapa?, ada masalah sama pak. Bagyo?”
“Nggak cu, kamu tenang aja. Sudah belajar sana, habis itu kamu cepat tidur, besok sekolah kan?” Lastri yang keras kepala tidak berhenti mendesak neneknya, nenek Ningsih yang sebelumya tidak mau bercerita kepada Lastri terpaksa menceritakan bebannya.
“Kamu, pasti sudah tau Lastri, pak. Bagyo sampai saat ini belum melunaskan utang eyang.”
“Oh, jadi selama ini cicilan eyang yang per Rp 20.000 itu tidak dianggap sama pak. Bagyo?!”, Dinar tiba-tiba muncul dari kamarnya, seraya menggeramkan pandangannya pada sosok seorang pak. Bagyo yang terkenal sebagai juragan di mata masyarakat sekitar. Lima bulan yang lalu nenek Ningsih terpaksa berhutang kepada pak. Bagyo, saat tidak punya uang untuk melunasi SPP Lastri. Karena tidak ingin merepotkan kedua cucunya, beliau terpaksa membungkam aksinya. Menurut nenek Ningsih, hutangnya sudah lunas karena sudah dicicil per Rp 20.000 selama lima bulan. Tetapi untuk pak Bagyo, selama belum membayar bulat hutangnya, maka setempel berlogo lunas tidak akan dicetuskannya.
“Biar Dinar yang urus, besok sore Dinar gajian, eyang gak usah mikirin lintah darat itu” tegas Dinar geram.
Malam ini Lastri begitu sulit memejamkan matanya, dia merasa bersalah kepada neneknya yang terpaksa berhutang kepada pak. Bagyo dan rela menjadi bahan hinaanya demi membayar uang SPPnya. Warih romannya menetes perlahan. Lastri teringat cita-citanya untuk berkuliah, tetapi sepertinya saat ini cita-citanya bagaikan equator nestapa.
Seperti biasa sebelum Subuh Lastri sudah sibuk membantu neneknya di dapur, mangaduk adonan Gethuk sampai lembut, kemudian mengukusnya di panci. Setelah matang dibiarkan sedikit mendingin kemudian dibungkus, selang beberapa menit, Gethuknya tertata rapi dalam masing-masing wadahnya. Di samping kamar mandi tempat Lastri biasa mencuci sandangan keluarganya, Lastri telah merampungkan tugasnya.
Lastri dan Dinar mencium tangan neneknya. Seperti biasa Dinar membonceng sampai di pangkalan angkot di pinggir jalan raya, selanjutnya Lastri mengayuh sendiri sampai di tempat parkiran sekolahnya. Pemandangan pagi yang sudah biasa, dimana setiap sudut memandangnya hina, penuh miris dan melas, Lastri pun lebih kuat bersamanya, setidaknya rasa cintanya kepada sang neneklah yang tidak mampu melunturkan niatnya untuk tetap menggunakan sepeda tua milik neneknya. Lastri berjalan menyusuri koridor di sekolahnya, sosok seorang sahabatnya melambaikan tangannya di depan pintu kelasnya. Lastri membalas lambaiannya. Ia pun mempercepat langkahnya, dijumpainya Nadina, dengan kabar yang menambah kesejukan pagi, karena sekolahnya kembali menjadi juara umum lomba sendra tari Nusantara.
Bel istirahat berdering sesukanya, meneriakkan setitik kegembiraan bagi seluruh penghuni SMA Bakti Negeri. Lastri dan Doni menemui kawanannya setelah merampungkan rapat OSIS di aula sekolah. Keduanya membawa sekuntum Asoka untuk kelompok belajarnya. Iya benar, Mabok mahakarya Lastri dan para sahabatnya menepati posisi pertama untuk minggu ini, Asoka pun semerbak mewangi.
Lastri merampungkan kisahnya semalam, tentang rasa bersalahnya kepada nenek tercintanya, tentang mimpinya yang masih tergantung indah dan merayu langkahnya, kepada Nadina yang lebih bisa mengerti keadaannya, setidaknya bersama Nadina, Lastri tidak segan untuk menjatuhkan warihnya.
Nadina benar-benar tahu, Lastri tidak akan mau menerima bantuan materinya, sementara Lastri menemui ibu Nawang untuk menerima hadiah untuk kelompoknya, Nadina berlari mencari kawanannya, tepat di sebuah taman di dekat Mushola Nadina menjumpai Rangga, Doni, Haikal dan Maya. Diceritakannya sebuah empedu yang tengah dikecap oleh Lastri. Maya yang sedari tadi menarikan jemarinya, merasa sedikit terganggu karena Nadina melambaikan niatnya untuk meminjam laptopnya. Nadina menjuruskan sekian harapan, dibukanya setiap kata kunci lomba kepenulisan, dan ahhaa…, dia menemukanya. Sebuah kunci untuk sahabatnya. Lastri.
Senja meluruhkan senyum seorang Lastri, pak Bagyo yang kalap, mamaki neneknya sejadi-jadinya. Tangisannya meluap bersama bencinya kepada seorang pak Bagyo. Seorang Dinar yang baru saja merampungkan perjalanannya menuju istananya, langkahnya terhenti sesaat, ketika menyaksikan seorang adik dan neneknya terkapar pasrah di lantai keramiknya. Sesak menyendat nafasnya, ditariknya kerah sang juragan yang arogan, ditatapnya dalam-dalam penuh kebengisan. Dilemparkanya dua lembar seratus ribuan, dilemparkannya tubuh yang tercekam penuh geraman seorang Dinar, terukir dengan jelas tetesan airmata, melukiskan sebuah bakti yang tiada rela tercoreng.
“Dasar juragan brengsek…!!!, enyahlah loe dari muka gue, makan duit haram ini, gue bayar dua kali lipat, biar loe puaaas!!! makan!!!, puas-puaskanlah bekalmu menuju neraka, juragan tak bermoral…!!!, pergi loe, pergiiii…!!! fu*k!!!”
Sejenak Kediaman seorang nenek Ningsih dipenuhi sekian tetangganya yang merasa terusik, ada yang menatap bengis kepada seorang juragan yang tercekam dan terlempar pekat di atas tanah. Ada yang memandang melas Lastri dan neneknya yang masih sesenggukan di bale rumahnya, ooh Tuhan, ringankanlah perih atas peluh kedua mahkluk baikMu itu.
Lastri masih mencucurkan air matanya, sulit baginya melupakan rasa perih di hati neneknya, nenek Ningsih pun masih terpaku dengan munajatnya, sementara Dinar tediam erat menatap sebuah potret dirinya bersama Lastri, kedua orangtuanya, sepasang leluhur yang diapit keduanya. Nenek Ningsih dan kakek Sameja. Sebuah ponsel Nokia 3315 berdering penuh semangat, Lastri membuka pesan dari Nadina.
“Lastri, lw msh p9n kuliah kn?lw msh p9n bhgiain nnek lw kn?lw msh p9n beliin aba9 loe mtor kn? sbuah kunci udh gw tmuin, ad lmba nlis nih..temanya tt9 prjua9n,wktu’y tinggal 4 hr lg,lw yg sm9t nlis y,biar bs jwra 1+jd dta pena IND.good luck, oia, hri snin gw t9gu d kls. Sm9t shbtq.” Sejenak Lastri pun merasakan setitik embun membelai hatinya, dicarinya pena dan sekian lembar kertas, Lastri membiarkannya menari bersama isi hatinya.
Mentari bernaung dalam kelembutan stratus dan cirrus yang mengukir awan pagi. Lastri yang masih sibuk menarikan penanya, mengusik perhatian neneknya.
“Lastri, lagi ngapain kamu nduk?”
“Mmm, lagi bikin cerpen eyang,” jawab Lastri yang terus menggoreskan tintanya.
“Cerpen? jadi semalaman kamu begadang bukan untuk belajar?!!” suara nenek Ningsih sedikit meninggi, Lastri merasa telah membuat sebuah kesalahan, dengan pelan ia mengangguk.
“Lastri, setiap hari eyang rela menahan lelah berkeliling komplek untuk sekedar membiyayai sekolahmu, seharusnya kamu tahu impian eyang nduk, seminggu lagi kamu ujian, kamu tidak ingin nenek kecewa karena nilai ujianmu jatuh kan? Kemarikan kertas-kertas itu nduk!”, Lastri hanya bisa terpaku pasrah, melihat neneknya mengambil buah karyanya. Simalakama kembali menderanya.
Lastri menangis lirih dibalik selimutnya, dia dilanda gundah yang luar biasa. Sayangnya ambisinya lebih kuat mendorongnya. Lastri memberanikan dirinya untuk mengambil buah penanya di kamar neneknya. Dilihatnya nenek Ningsih yang terlelap dibalik selimutnya. Lastri pun seperti ingin meneriakan sebuah kemerdekan. Tiba-tiba, ada sebuah tangan yang menyentuh pundaknya, oo, ternyata keberuntungan belum berpihak padanya, dan…
“Plak!!!”, disadari atau tidak, sebuah tamparan melukai pipinya. Dari seorang kakak yang sejak tadi menjadi saksi ketegasan neneknya. Lastri pun hanya mampu tertunduk lesu, detak jantungnya bagaikan terhenti sejenak.
“Kemaren, kita sudah cukup menderita, hari ini, kamu masih ingin membuat kami menderita?!” Dinar menatapnya tajam, Lastri hanya mampu terisak, seraya memegangi pipi kanannya, ucapan kakaknya benar-benar menorehkan sebuah penyesalan, seperti semua yang terjadi adalah karenanya. Ooh, Lastri, tabahkan hatimu.
Senin telah tiba, sepulang sekolah Lastri dan Nadina menuju rumah Maya, untuk meminjam laptopnya, Nadina yang mampu mengetik dengan sebelas jarinya, mempercepat tercetusnya karya seorang Lastri Arum Aji. Nadina yang sejak pagi menunggu janji Lastri untuk bercerita, terpaksa menagih janjinya. Lastri pun menceritakan seruntutnya bersama Nadina dan Maya. Nadina meneteskan air matanya, separuh tubuh Lastri dipeluknya. Maya yang membisu, tiba-tiba angkat bicara.
“Lagian ngapain juga utang ke rentenir, wajarlah kalo bunganya tinggi, apalagi sampe maki-maki nenek loe. Nenek loe juga sih, udah tau nggak bisa bayar, ngapain juga ngutang-ngutang, huuuh, cari penyakit itu namanya!” dengus Maya. Entah setan dari perfilman mana yang menuntun alur bicaranya. Lastri yang merasa terhina, cepat-cepat beranjak dan…
“Plaak…!!!”, sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kiri milik Maya.
“Loe mungkin nggak pernah sedikit saja mengecap kesengsaraan May!!!, Loe juga mungkin nggak pernah seharian menahan lapar, loe juga nggak pernah merasakan keringat untuk sekedar membeli nasi bungkus basi!!!. Nenek gue memang bukan seorang pengusaha yang berlimpah harta seperti nenek loe May, sejak kecil bahkan dia nggak mampu beliin gue mainan. Sementara nenek loe, dengan mudahnya membeli boneka Barbie dari Mattel Amerika.”
“Loe mungkin boleh menghina gue sepuas dengkul loe May!!!, tapi tidak untuk nenek gue, meskipun dia hanya sorang penjual Gethuk keliling!!!, berapapun harga dunia, mungkin bisa loe beli May, tapi tidak untuk harga diri nenek gue!!!”. Belum sempat Lastri beranjak, Ny. Nilam yang baru saja tiba di balkon kamar Maya, menarik tangannya,
“Berani sekali kamu memaki-maki cucu saya!!!, punya status apa nenekmu sampai kamu begitu gagahnya menghina cucu saya!!! siapa nama nenekmu, akan saya cek di buku daftar orang-orang keturunan ningrat di Indonesia, jangan lancang kamu ya!!!.”
“Nenek saya bukanlah keturunan ningrat di Indonesia, tapi dia adalah seorang ningrat di surga, catat saja Ningsih Sekar Aji, penjual Gethuk keliling!” entah apa yang terjadi, guncangan hebat seperti menahan amarah seorang Ny. Nilam. Lastri yang masih terisak beranjak bersama Nadina. Sesampainya di rumah, Lastri masih menyimpulkan senyum untuk kedua kekasihnya, meskipun yang didapatkannya hanyalah sebuah kebisuan.
Ujian Nasional hadir begitu cepat, Lastri begitu gigih belajar, neneknya yang sudah mulai tersenyum untuknya, menambah kekuatan hati yang begitu kokoh. Sampai tiba saat pengumuman, Lastri mampu mengukirkan air mata kebahagiaan untuk neneknya. Dia mampu berada di peringkat pertama di sekolahnya. Pagi yang begitu sejuk, Lastri mengayuh sepedanya penuh semangat, sebelumnya dia mengingatkan nenek dan kakaknya untuk benar-benar hadir menjadi walinya. Sesampainya di sekolahan, nenek Ningsih begitu khawatir karena Lastri belum juga muncul, sampai acara hampir berakhir, pak Waluyo kepala sekolah SMA Bakti Negeri menayangkan sebuah acara televisi. Seluruh hadirin menyaksikanya, dan…
Lastri bersama Nadina, dan juga ibu Nawang ada pada acara televisi itu, tidak hanya Rangga, Doni dan Haikal yang terkejut tetapi juga nenek Ningsih, Dinar, Maya dan juga Ny. Nilam. Pada acara televisi itu, terlihat Lastri berurai air mata, tengah memegang sebuah piala besar dan Nadina yang membantu membawakan sebuah papan berukuran 30 x 75 cm, yang menorehkan sebuah nominal sebesar Rp 100.000.000. Saat seorang pembawa acara bertanya padanya,
“Lastri, tahun ini anda berhasil meraih gelar Duta Pena Indonesia, pastinya bangga bukan, adakah seseorang yang anda dedikasikan khusus, ehm, pacar mungkin?”, ledek si presenter itu, dengan isaknya Lastri menjawab,
“Ini semua aku persembahkan untuk eyangku tercinta, nenek Ningsih Sekar Aji. Terimakasih eyang, Lastri sayang eyang,” Air matapun jatuh terurai, pada sebuah pipi yang mengeriput, pipi seorang nenek Ningsih.
Lastri tiba di sekolah, matanya masih menorehkan kebahagiaan, nenek Ningsih yang ditatih oleh Dinar, berjalan menemui Lastri dan memeluknya erat-erat.
“Ooh Wulan, Karyo, lihatlah anakmu yang hebat ini,”
Dari balik pintu, Ny. Nilam muncul bersama Maya, dituntunnya perlahan, didekatkannya kepada Lastri, dia pun memeluknya penuh kerinduan. Lastri yang masih belum mengerti, melepas pelukan Ny. Nilam, menjauh mendekati nenek Ningsih dan Dinar.
“Lastri, dia juga eyangmu nduk, dialah ibu kandung ibumu,” tutur nenek Ningsih lembut, seraya menuturkan sebuah rahasia yang terkubur waktu, bahwa Ny. Nilam adalah adik kandung nenek Ningsih, yang pada masanya mengalami pergaulan yang fatal, sehingga kelahiran seorang Wulan menjadi aib baginya, kakek buyut Lastri mengusirnya. Sementara Nilam muda yang hidup terlunta-lunta di jalanan, terpaksa menitipkan anaknya kepada Ningsih, dan setelahnya dia menghilang tanpa jejak. Lastri masih membisu, dia memasrahkan tubuhnya dipeluk oleh Ny. Nilam, di depannya, terlihat Maya menyodorkan jari kelingkingnya,
“Kita saudara, saat ini kamulah kakakku, jadi, kamu mau maafin aku kan?” setitik warih mendayu di pipi seorang Maya, dan Lastri, meraih jari kelingking Maya dengan jari kelingkingnya. Sementara di sudut ruangan, Nadina, Doni, Rangga dan Haikal tersenyum dengan buruknya, terlihat berbagai aksi mereka lakukan untuk menipu keharuannya, ehm, tetapi sekian tisu yang berceceran, cukup menjadi saksi bahwa merekapun turut bahagia. Ooh Tuhan, terimakasih.


Cerpen Karangan: Ian Srikandi

Diantara Mahasiswa dan Dosen


Jam menunjukkan pukul 08.00 WIB. Chintya Aryanto menuju ke ruang kelas perkuliahan dengan langkah gontai. Ketika sampai dalam kelas, Ibu Darmayanti, dosen matakuliah Pengantar Ekonomi Makro menyambut dengan nada sinis, “selamat sore,” diikuti dengan gelak tawa mahasiswa dalam kelas tersebut. Seolah sudah terbiasa dengan perlakuan tersebut, Chintya dengan cuek langsung menuju ke tempat duduk kosong di pojok kanan belakang kelas. Hari ini adalah hari pertama perkuliahan semester genap di Universitas Merah Putih Jakarta. Namun Chintya, salah satu mahasiswi Jurusan Ekonomi-Akuntansi yang kini menjajaki semester kedua perkuliahan sudah datang terlambat selama 60 menit. Pantas saja dosen bersikap ketus padanya. Selama perkuliahan pun, Chintya nampak tidak mempedulikan kicauan Ibu Darmayanti yang menyerukan permasalahan ekonomi makro. Chintya malah asyik menggambar-gambar dengan pensil 2B yang menari-nari di atas kertas A4. Tidak terasa, jam akhirnya berputar sampai pukul 09.00 WIB. “Sekian materi saya hari ini, sampai jumpa di pertemuan berikutnya,” kata Ibu Darmayanti mengakhiri perkuliahannya. “Yes,” seru Chintya dalam hati sambil merapikan mejanya dan segera menuju perpustakaan. Perpustakaan Universitas Merah Putih tergolong elite. Buku-bukunya lengkap, tersedia fasilitas wifi, dan ruangannya besar. Namun, bukan hal-hal tersebut yang membuat Chintya suka menghabiskan waktunya di tempat ini. Yang paling membuat Chintya betah adalah adanya kafe dalam perpustakaan ini. Selain dapat makan dan minum dengan leluasa, di kafe perpus terdapat meja yang ukurannya cukup untuk meletakkan kertas gambar berukuran A3. Chintya memang mempunyai hobi menggambar. Melukis, desain, sketsa, dan karikatur adalah dunianya. Bahkan setelah lulus SMA, Chintya sebenarnya ingin mengambil perkuliahan desain grafis namun tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya. Maklum, Chintya adalah anak tunggal sehingga kedua orang tuanya begitu protektif terhadap dirinya. Menurut kedua orang tua Chintya, menggambar atau melukis bukanlah kegiatan yang akan menjadikan masa depan anak semata wayangnya menjadi cerah. Sungguh pandangan yang kolot! Namun apa boleh buat. Chintya pun tidak mampu menentang keinginan orang tuanya yang menghendakinya menjadi pengusaha atau bussiness woman. Maka dari itu, Chintya mencemplungkan dirinya ke perkuliahan Akuntansi, dunia yang sungguh tidak dikehendakinya! Ya, itulah alasan mengapa Chintya ogah-ogahan dalam menjalani perkuliahannya. Menekuni suatu bidang yang tidak kita minati sungguh merupakan siksaan batin. Perpus kafe menjadi saksi bisu kehidupan dewasa awal Chintya.
“Self assessment system adalah sistem perhitungan pajak dalam suatu negara dimana besaran pajak di hitung sendiri sedangkan official assessment system adalah perhitungan pajak oleh pihak fiscus,” terang Pak Martin, dosen matakuliah Perpajakan yang sedang mengajar. Tiba-tiba pintu kelas terbuka dan Chintya masuk dengan kepala menunduk. “Kok jam segini baru datang?” Pak Martin bertanya sambil melihat jam tangannya yang menjelaskan bahwa mahasiswa ini sudah terlambat selama 55 menit. “Iya, maaf pak,” jawab Chintya tanpa memberikan keterangan lebih lanjut dan langsung mencari tempat duduk. “Namanya juga ‘Princess of Late’ gitu lho, kalau datengnya on time, bisa-bisa matahari terbit dari barat,” celetuk salah seorang mahasiswi bernama Merry diikuti gelak tawa satu ruang kelas kecuali Pak Martin dan si subyek penderita, Chintya. Sejak semester satu, Chintya selalu datang terlambat ke kelas. Dulu, ia hanya terlambat sekitar 30 menit. Di semester ini lebih parah, keterlambatannya sampai satu jam! Hingga teman-teman sekelasnya memberikannya julukan sebagai ‘Princess of Late’ alias tuan puteri yang suka terlambat. “Sekarang kita akan mempelajari teori asas pemungutan pajak,” Pak Martin lanjut mengajar setelah suara tawa reda.
“Duh, perpajakan apa sih, bikin pusing aja,” dumel Chintya dalam hati sambil melangkah ke kafe perpus seusai kuliah Perpajakan. Sesampainya di tempat favoritnya, Chintya memesan coklat panas dan mulai melakukan ritualnya. Pensil 2B-nya bergerak di atas kertas A3 menggoreskan Doraemon dan kawan-kawannya yang sedang terbang dengan baling-baling bambu. Entah mengapa, ia tiba-tiba saja merindukan masa kanak-kanaknya sehingga dituangkannya itu lewat kartun favoritnya semasa kecil. Pak Martin adalah dosen baru di Jurusan Akuntansi Universitas Merah Putih dan kali ini beliau mencoba mengunjungi kafe perpus. Setelah memesan roti bakar keju, ia mencari tempat duduk dan dilihatnyalah sosok yang tidak asing lagi. Ia melihat seorang gadis manis berambut panjang dan rambutnya itu dimasukkan dalam lubang belakang topi berlidah. Dialah Chintya dengan gaya khasnya setiap ke kampus. “Halo. Kamu mahasiswa saya kan? Boleh saya duduk di sini?” Pak Martin menyapa Chintya sembari meminta izin duduk semeja dengannya. “Iya pak. Boleh pak. Silakan,” jawab Chintya. “Oh, ternyata kamu suka menggambar ya? Bagus ya gambar kamu,” puji Pak Martin ketika melihat sketsa gambar Chintya. “Terima kasih pak,” jawab Chintya sambil tersenyum. “Kenapa kamu gak ambil jurusan desain grafis aja? Kayaknya kamu berbakat deh,” Pak Martin lanjut bertanya. “Iya, maunya sih gitu pak. Tapi gak boleh sama orang tua saya,” jawab Chintya dengan raut wajah agak sedih. “Oh, begitu, tanggap Pak Martin singkat.
Seminggu kemudian, jurusan akuntansi semester kedua kembali mendapatkan matakuliah Perpajakan. Kedatangan Pak Martin sudah dinanti-nantikan oleh para mahasiswi. Bagaimana tidak, Pak Martin adalah sosok dosen muda berumur 31 tahun yang wajahnya tampan, perawakannya tinggi, dan masih lajang. Kriteria terakhir itulah yang membuat para mahasiswi tambah antusias. Bahkan personal genk Sweety Girls, genk terpopuler di jurusan akuntansi, yang beranggotakan Merry, Kirana, dan Santy rela berdandan habis-habisan dan membeli pakaian baru untuk menghadiri kuliah Perpajakan. Wow! “Untuk minggu depan, kalian akan saya berikan tugas untuk merangkum materi yang telah kita pelajari selama dua minggu ini. Tugasnya di buat dalam kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang,” jelas Pak Martin. Para mahasiswa segera membagi dirinya dalam kelompok. Kemudian Cindy, sang komti kelas segera menyerahkan kertas berisi daftar kelompok kepada Pak Martin. “Semuanya sudah dapat kelompok ya,” Pak Martin memastikan. “Palingan Chintya tuh yang belum dapet, biasaaa,” ujar Santy. “Maklum pak, anak yang gak mau bergaul, di kelas kerjaannya gambar-gambar aja, IP-nya bottom five di jurusan,” Kirana memberi penjelasan mewakili kenyataan. Pak Martin melihat ke kertas yang sedang dipegangnya dan tidak ditemukan nama Chintya. “Chintya, kamu gabung ke kelompoknya Cindy ya,” Pak Martin memutuskan.
Pada jam istirahat, Chintya dan Pak Martin bertemu kembali di kafe perpus seperti sebelumnya. Pertemuan ini tidak direncanakan, tanpa janji, namun mereka bertemu bak jodoh! “Kamu suka kemari ya?” Tanya Pak Martin. “Iya pak, ini tempat favorit saya. Kalau ada jeda kuliah, saya pasti ke sini. Bapak juga suka tempat ini?” Chintya balik bertanya. “Roti bakar di sini enak, makanya saya balik lagi, hehehe,” jawab Pak Martin. “Sori nie, kok saya liat, kamu kuliah kaya gak niat gitu? Kasian lho orang tua kamu yang udah biayain kuliah kamu mahal-mahal,” ucap Pak Martin. “Aduh… gimana yaa,” Chintya kebingungan menjawab pertanyaan Pak Martin. Ia nampak mempunyai jawaban yang kuat untuk pertanyaan tersebut namun sulit sekali dijelaskan. Pak Martin dapat membaca situasi ini maka ia berkata, “Udah gak usah di jawab kalau gak bisa di jawab. Yang jelas saya punya tawaran buat kamu.” “Tawaran apa pak?” Tanya Chintya penasaran. “Saya bisa bantu kamu supaya enjoy dalam kuliah dan mungkin ke depannya IP kamu ikut membaik. Saya dengar-dengar, IP kamu kurang baik kan?” Ujar Pak Martin. “Iya sih pak, IP saya gak bagus. Oh ya? Kita kan baru kenal pak, kok bapak baik banget sama saya sampe nawarin bantuan seperti itu?” Tanya Chintya heran. “Yaa… karena kamu cantik,” kata Pak Martin cuek. “Hahahaa… gak kok, saya bercanda tadi. Saya kan dosen kamu. Yah sebagai tanggung jawab moral aja,” sambungnya santai. “Bapak mau ajarin saya tentang matakuliah? Hmm…, boleh deh,” jawab Chintya. “Oke, kalau begitu, kita ketemuan ya setiap hari Kamis selesai kamu kuliah di tempat ini,” balas Pak Martin.
Sesuai perjanjian, Chintya dan Pak Martin bertemu di kafe perpus setiap hari Kamis seusai kuliah. Dari minggu ke minggu petemuan ini menimbulkan gosip di Jurusan Akuntansi. Banyak mahasiswa yang memergoki mereka. Mereka tampak asyik mengobrol berduaan dan kadang sampai tertawa-tawa. Apa sih yang mereka lakukan berdua? Apa sih yang mereka bicarakan? Kayaknya seru banget. Pertanyaan itulah yang muncul di benak semua orang yang melihatnya. Mereka berpacaran! Itulah prediksi paling jitu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Salah satu personel sweety girl, Merry, mahasiswi yang paling tergila-gila pada Pak Martin bagaikan cacing kepanasan karena pria idamannya jatuh ke tangan mahasiswi yang baginya tidak ada apa-apanya. Merry mengakui bahwa Chintya memang lebih manis daripadanya. Namun, prestasi akademis Chintya itu hancur mina, tidak disiplin, dan kurang pergaulan. Bagaimana bisa dosen yang sempurna seperti Pak Martin dapat tertarik pada mahasiswi yang modelnya seperti itu? “Chintya, lo ngaku deh. Lo sama Pak Martin itu pacaran kan?” Tanya Merry pada Chintya. “Gue sama Pak Martin itu ya cuma mahasiswa sama dosen, Merry, gak lebihlah. Mesti berapa kali sih gue bilang? Ini tuh sudah lebih dari sepuluh kali lo nanya ke gue pertanyaan yang sama. Lo gak bosen apa? Gue aja udah bosen banget tahu. Apalagi bukan lo aja yang nanya gitu. Anak-anak yang lain juga, sama aja,” celoteh Chintya. “Ya terus lo ngapain berdua-duaan mulu sama Pak Martin di kafe perpus? Pandang-pandangan, senyum-senyum, ketawa-ketawa. Udah, lo jujur aja deh sama gue. Gue janji gak nyebarin pengakuan lo ke anak-anak lain. Soalnya gue tahu, lo takut kan kebukti pacaran sama Pak Martin? Nanti dekan bakal ngegubris hubungan kalian. Pake pelet apa sih lo? Sampe Pak Martin bisa ada hati sama lo,” oceh Merry panjang lebar. “Iyaa… gue pacaran sama Pak Martin. Peletnya ada di topi gue. Makanya tiap hari gue pake topi ke kampus. Puas lo?” Jawab Chintya yang telah kewalahan.
Semenjak kedekatannya dengan Pak Martin, Chintya mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam aktivitas perkuliahannya. Sang ‘Princess of Late’ tidak lagi datang terlambat pada waktu kuliah. Tugas mandiri yang diberikan dosen selalu dikerjakannya dan dikumpulkan tepat waktu. Pada saat matakuliah, ia tidak lagi menggambar-gambar seperti biasanya melainkan mau memfokuskan perhatian pada dosen yang sedang mengajar. Peralatan menggambar yang dibawanya hanya digunakan pada saat istirahat. Sedikit-sedikit, Chintya mulai membaurkan diri dengan teman-teman sekelasnya. Pada saat pembagian kelompok kerja, ia aktif mencari teman kelompok. Teman-temannya pun dengan mudah menerima kehadirannya karena ia sudah dapat memberikan kontribusi dalam tugas kelompok, tidak seperti dahulu yang hanya ‘menitipkan nama.’ Selain itu, di semester dua ini, Chintya berhasil meraih IP 2,9. Bila dibandingkan dengan IP-nya semester lalu yang berkisar 1,8, ini berarti peningkatan yang signifikan! “Ternyata cinta itu mempunyai kekuatan yang luar biasa ya. Cinta bisa mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Cinta bisa menjadikan yang buruk menjadi indah. Cinta juga dapat mengubah sikap, dari malas menjadi rajin, dari ogah-ogahan menjadi semangat. Dan gue baru tau, kalau cinta itu bisa naikin IP. Liat aja Chintya. Sejak dia sering berdua-duaan sama Pak Martin di kafe perpus alias pacaran, dia mulai berubah jadi mahasiswa yang disiplin, nilainya juga lumayan. Tadinya gue pikir, cinta itu destruktif lho. Kalau kita tiap hari pacaran, SMS-an, BBM-an, terus malam minggu jalan-jalan mulu, kan buang-buang waktu. Entar jadinya gak ada waktu buat belajar sama ngerjain tugas secara maksimal. Ujung-ujungnya IP turun… Makanya sampe sekarang gue milih ngejomblo. Ngejomblo demi prestasi, hahaa…,” ujar Cindy, sang komti kelas yang IPK-nya selalu top three di Jurusan Akuntansi. “Tepatnya, cinta itu adalah sumber air yang mempunyai dua arus, yaitu prospektif dan desktruktif. Balik lagi ke sikap kita, yang bakal nentuin ke arus mana kita terbawa,” balas Bella, sahabat Cindy yang tengah mengobrol bersamanya. Seperti itulah rata-rata tanggapan mahasiswa Akuntasi mengenai progres perkuliahan Chintya.
Pada semester berikutnya, Pak Martin tidak lagi mengajar Jurusan Akuntansi angkatan Chintya karena beliau ditugaskan mengajar matakuliah semester awal. Jadwal kuliah Chintya juga berbeda dengan jadwal mengajar Pak Martin. Oleh karena itu, Chintya dan Pak Martin tidak pernah lagi bertemu di kafe perpus. Gosip mengenai kedekatan mereka kian lama kian pudar. Ada yang mengatakan bahwa mereka sudah putus, ada juga yang menerka kalau mereka bertemu di luar kampus. Namun, sikap baik Chintya yang ditunjukkannya belakangan tetap bertahan, yakni kedisiplinan dan ketekunannya. Bahkan di semester paling akhir, Chintya mampu menghasilkan prestasi yang terbaik, yaitu mendapat IP 4 di semester itu. “Chin, selamat yaa… Nilai lo bagus banget. Pasti berkat diajarin sama Pak Martin. Hoki bener lo punya cowok kaya gitu, hahahaa…,” ucap Rio, teman sekelas Chintya yang sedang melihat nilai bersamanya di papan pengumuman. “Yup, selamet juga ya buat lo, nilai lo juga memuaskan kan? Yahh… lo ada-ada aja. Gue belajar sendiri donk, hahahaa…” jawab Chintya santai.
Akhirnya, tiba juga hari ini. Hari spesial yang dinantikan oleh Chintya dan semua teman-teman kuliahnya. Anak-anak perempuan tampil anggun dengan kebaya warna-warni dan rambut yang disanggul. Chintya yang kesehariannya tampil tomboi dengan kaos, celana panjang, dan memakai topi, kini menunjukkan sisi femininnya. Ia mengenakan kebaya berwarna ungu muda berhiaskan bunga-bunga kecil. Merry, Kirana, dan Santy juga tak kalah cantik. Mereka bertiga sama-sama mengenakan kebaya berwarna merah muda untuk menunjukkan kekompakan genk mereka dan penggunaan warna merah muda ini dimaksudkan juga sebagai simbol manis dan centil, sama seperti kepribadian mereka. Cindy mengenakan kebaya warna putih dan beberapa temannya menggodainya mau menikah. Masih banyak warna lain yang bertebaran seperti hijau, oren, biru, merah, kuning, dan lain-lain. Warna-warni yang menampilkan keceriaan sama seperti hati mereka. Sementara anak-anak lelaki tampil gagah dengan celana panjang, kemeja lengan panjang, dipadukan dengan dasi kupu-kupu. Mereka semua telah berkumpul di auditorium kampus. Ya, inilah Hari Wisuda Universitas Merah Putih Jurusan Akuntansi. Acara ini berbentuk formal namun dapat diikuti dengan santai oleh semua peserta karena mereka berasal dari satu jurusan, yakni akuntansi. Jadi, wisuda mereka tidak perlu tercampur oleh mahasiswa-mahasiswa asing yang berasal dari jurusan lain. Suasana kekeluargaan begitu terasa karena semua mahasiswa telah saling mengenal, paling tidak wajahnya tidak asing lagi. 127 mahasiswa beserta orang tuanya, Rektor, Wakil Rektor, Dekan Fakultas Ekonomi, Ketua Jurusan Akuntasi, dosen-dosen akuntansi, termasuk Pak Martin hadir memenuhi ruangan itu.
Acara dimulai tepat pada waktunya. Pembawa acara mengawalinya dengan doa, dilanjutkan dengan pidato dari Rektor, Dekan, dan Ketua Jurusan. Semua mahasiswa diundang berdiri untuk menyanyikan “Himne Universitas Merah Putih.” Tibalah saatnya pelantikan wisudawan-wisudawati. Satu persatu nama mereka di panggil untuk dinobatkan secara resmi sebagai sarjana dengan gelar S.E yang disematkan di belakang nama mereka. Kemudian, Bapak Yanto, selaku Ketua Jurusan Akuntansi mengumumkan nama mahasiswa yang mendapatkan juara tiga besar berdasarkan IPK. “Juara tiga dicapai oleh… Surya Chandra. Juara kedua… Carissa Wilmona. Dan juara satu… Cindy Putri.” Para top three maju ke depan untuk menerima piala dan foto bersama. “Berdasarkan peraturan universitas yang dimandatkan oleh Bapak Rektor kepada saya, akan diberikan penghargaan kepada satu orang mahasiswa di setiap jurusan sebagai ‘Mahasiswa Teladan,’ Pak Yanto melanjutkan pembicaraannya. “Saya telah melakukan observasi dan menerima laporan mengenai perkembangan pembelajaran setiap mahasiswa selama empat tahun. Oleh karena itu, saya telah memutuskan bahwa mahasiswa yang berhak menerima predikat sebagai Mahasiswa Teladan adalah…” Semua mahasiswa saling berpandang-pandangan. “Chintya Aryanto…,” seru Pak Yanto. Semua hadirin bertepuk tangan dan Chintya diundang maju ke depan. “Predikat Mahasiswa Teladan tidak harus jatuh ke mahasiswa yang paling pintar atau paling sering mewakili universitas mengikuti perlombaan. Predikat ini sebagai wujud penghargaan bagi mahasiswa yang mau berusaha dan mengalami progres yang banyak selama perkuliahan. Bapak tahu Chintya. Di semester awal, sikap dan prestasinya tidak baik. Namun, di luar dugaan, di semester selanjutnya ia memperbaiki diri. Pihak Jurusan menghargai usaha Chintya. Maka predikat Mahasiswa Teladan layak diterima oleh Chintya. Chintya, bisa ceritakan sedikit tentang keberhasilan kamu?” Pak Yanto mempersilakan Chintya untuk berbicara. “Segala yang saya peroleh pada saat ini tidak lepas dari bantuan seseorang yang begitu menginspirasi hidup saya. Semuanya tentu sudah bisa menebak siapa dia. Iyaa, dia adalah Pak Martin. Dulu, saya kuliah ogah-ogahan karena masuk jurusan yang tidak saya inginkan. Saya minatnya ke desain grafis makanya sering gambar-gambar. Tapi orang tua saya gak setuju. Mereka mau saya belajar perekonomian. Sulit banget rasanya ngejalanin kuliah yang gak sesuai minat. Lalu, saya bertemu Pak Martin. Beliau memotivasi saya bahwa segala halangan yang menghadang ketika kita ingin mencapai kesuksesan harus dianggap sebagai batu loncatan. Semakin tinggi batu loncatan, kita belajar semakin tinggi melompat, dan di balik itu ada pemandangan yang indah. Bila di jalan kesuksesan kita bertemu tembok penghalang, tembok itu harus di panjat, bukannya berdiam diri di baliknya. Meloncati batu loncatan atau memanjat tembok penghalang tidak akan menimbulkan kelelahan atau membuat kita kehabisan tenaga melainkan akan menghasilkan kekuatan diri, maka nikmati saja prosesnya,” cerita Chintya penuh semangat. “Wah, ternyata Pak Martin selain dosen juga motivator ya? Hebat bisa kasih pencerahan seperti itu. Pak Martin, boleh diceritakan dari mana anda mendapatkan kata-kata mutiara seperti itu?” Pak Yanto turut mengundang Pak Martin maju ke depan. “Kata-kata itu bersumber dari pengalaman pribadi saya. Dulu setelah lulus SMA, saya ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, bermasalah di biaya. Orang tua saya mempunyai sejumlah uang yang kira-kira cukup untuk biaya kuliah saya. Tetapi mereka meminta saya agar menggunakan uang tersebut sebagai modal membuka toko. Membuka dan menjaga toko bukan minat saya. Saya lebih menyukai dunia perkantoran. Saya dulu buka toko plastik dan jaganya ogah-ogahan. Orang yang mau belanja tidak saya layani dengan baik. Lalu, saya sadar jika saya ogah-ogahan, yang capek adalah diri saya sendiri. Saya berusaha bersemangat mengurus toko tersebut walaupun sulit rasanya. Saya mencoba melengkapi barang dagangan dan melayani pembeli dengan ramah. Toko saya jadi ramai dan untungnya banyak. Dari sana, saya dapat menabung untuk biaya kuliah saya. Jadi, tercapailah impian saya. Malahan saya bisa kuliah sampai S2,” kenang Pak Martin. “Itulah yang diceritakan Pak Martin pada saya. Pada kesempatan ini, saya juga ingin mengkonfirmasi hubungan saya dengan Pak Martin, bahwa kami tidak pernah berpacaran. Kami bisa dekat karena persamaan nasib dan Pak Martin memberikan teladan pada saya. Sungguh beliau dosen yang baik. Waktu itu saya pernah bilang sama Merry kalau kami berpacaran karena saya sudah jera dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan saya. Saya dan Pak Martin adalah mahasiswa dan dosen, tidak lebih,” tegas Chintya. “Oh ya, pada kesempatan yang baik ini, saya ingin mengumumkan sesuatu. Dua minggu lagi, saya akan menikah. Mohon doa restu dari kalian agar semuanya lancar,” pinta Pak Martin. “Huaaahhh… terus nasib gue gimana dong? Huhuhuu…” jerit Merry diikuti tawa para mahasiswa sementara Kirana dan Santy berusaha menenangkannya. “Kalau begitu, berarti Pak Martin telah mendapatkan apa yang dia impikan. Dia hanya perlu meneruskannya. Chintya, apa rencana kamu selanjutnya untuk mencapai impian kamu?” Pak Yanto bertanya pada Chintya. “Selama ini saya telah berusaha memperbaiki IPK. Di samping itu, sambil kuliah saya sering mengikuti lomba gambar yang saya dapatkan lewat internet, poster, koran, majalah, atau tabloid. Ada yang menang ada yang gak. Yang penting usahanya. Dan itu semua akan saya jadikan sebagai kualifikasi saya untuk melamar beasiswa kuliah desain grafis di Inggris.”


Cerpen Karangan: Nita Setiawan